Saturday, December 25, 2010

Selamat Natal! – refleksi dari The Chronicles of Narnia, The Voyage of the Dawn Treader

Pengenalan akan Tuhan bukan berasal dari ritual keagamaan ataupun aktivitas ibadah yang dilakukan. Pengenalan akan Tuhan berasal dari pengakuan pribadi mengenai kebutuhan kita akan Kuasa yang memberikan damai sejahtera dan kekuatan menjalani hidup ini. Kesadaran diri bahwa kita berdosa dan membutuhkan belas kasihan Tuhan, membutuhkan Terang yang sudah datang ke dunia ini, dan ikut bersinar menjadi terang yang menerangi sekitar. Selamat Natal!
(Natal, Dec 25, at 0.00)

Bintang biru yang menuntun  Caspian, Edmund, Lucy, dan kawan-kawan menuju Aslan di film The Chronicles of Narnia, the Voyage of the Dawn Treader untuk menghancurkan kuasa kegelapan mengingatkan saya akan bintang terang yang membawa orang Majus dan gembala kepada bayi Yesus. Sama-sama membawa manusia menuju Terang, yang akan memberikan kelegaan dan kedamaian. Film Narnia adalah salah satu film yang saya suka dan tidak akan pernah saya lewatkan. Dibandingkan seri pertama dan kedua, Narnia terbaru lebih praktis dan lugas dalam penggarapannya walaupun tidak terlalu menegangkan seperti seri sebelumnya. Meskipun begitu, bobot pesan yang diberikan justru lebih menonjol dan sangat jelas. Diawali dari perjalanan Caspian, Edmund, Lucy, Eustace, dan kawan-kawan negeri Narnia untuk membebaskan warganya dari ketakutan dan kuasa kegelapan dengan cara berlayar menuju ujung dunia yang akan membawa mereka kepada Aslan. Sebelum mereka sudah ada 7 bangsawan dari negeri Narnia yang berangkat tetapi tidak pernah kembali. Perjalanannya sendiri tidak mudah, karena harus berhadapan dengan banyak ancaman dan bahaya. Dalam kebimbangan dan ketidakpastian menuju ujung dunia untuk menghancurkan Pulau Kegelapan, banyak peristiwa yang menguji masing-masing anggota kapal. Lucy, mendapatkan mantera cermin ajaib yang bisa membuat dirinya terlihat cantik, sesuatu yang sangat diinginkannya untuk menjadi cantik seperti Susan kakaknya. Tetapi ternyata semua itu semu, dan yang paling berharga adalah menjadi diri sendiri karena setiap kita diciptakan unik. Pelajaran ini sangat mengena bagi Lucy sehingga ketika seorang anak perempuan kecil yang ikut di kapal menyatakan kekagumannya padanya dan ingin menjadi seperti dia ketika besar nanti, Lucy menjawab dengan manis,“jadilah dirimu sendiri”. Sebuah kalimat yang sangat menyentil, karena begitu sering kita ingin menjadi seperti orang lain tetapi melupakan jati diri kita. Meniru kesuksesan dan kehebatan orang lain sah-sah saja, tetapi yang tidak boleh dilupakan bahwa masing-masing orang memiliki keunikan sendiri dan setiap orang akan menjadi hebat sesuai dengan talenta yang diberikan kepadanya! Perjalanan warga Narnia menuju ujung dunia bukanlah perjalanan yang mudah, dan di sinilah muncul gesekan-gesekan antar anggota yang menarik. Salah satu pesan yang diberikan kepada mereka adalah “ujilah diri sendiri” dan “menang terhadap diri sendiri”, itulah yang akan membawa mereka kepada keberhasilan berperang atas kuasa kegelapan. Rintangan bisa datang dari luar maupun dalam. Seperti ketika Edmund, Lucy, dan Caspian bertemu dengan harta karun yang sangat banyak, dan Edmund tergerak oleh keegoisan diri untuk menjadi nomor satu, tidak mau berada di bawah bayang-bayang Caspian atau Peter kakaknya, dan rela baku hantam dengan Caspian untuk menunjukkan siapa yang lebih terhormat diantara mereka. Keinginan untuk memiliki tahta, kekuasaan, membuat Edmund melupakan tujuan mula-mula, menuju Aslan untuk menghancurkan Pulau Kegelapan. Untungnya Lucy mengingatkannya akan pesan “ujilah diri sendiri” sehingga Edmund kembali sadar. Ujian lain adalah emas yang sangat banyak membawa manusia kepada kekayaan, membuat Eustace menjadi tamak sehingga dikutuk dan berubah menjadi naga. Sebuah godaan yang tampak di depan mata dan apabila mereka jatuh di dalamnya akan menjauhkan mereka dari tujuan awal. Ketakutan awak kapal karena perjalanan yang sekan tiada akhir dan tidak ada kepastian, perbekalan yang hampir habis dan hanya cukup untuk 2 minggu sedangkan perjalanan yang ditempuh masih tidak jelas kapan berakhirnya. Ombak yang sangat tinggi, capek, lelah, lapar. Kegalauan, keputusasaan, keinginan awak kapal untuk berbalik kembali ke negeri asal dan tidak melanjutkan perjalanan sangat menggoncang Caspian dan kawan-kawan, tetapi keyakinan yang mendalam bahwa perjalanan mereka tidak akan sia-sia karena membawa misi mulia untuk menghancurkan kuasa gelap dan membebaskan rakyat Narnia terpatri di hati Caspian, Edmund, Lucy, Eustace, yang terus berjuang memimpin awak kapal dengan keyakinan teguh dan dengan bantuan bintang biru yang selalu muncul untuk memberi tanda ke arah mana mereka harus berjalan. Ucapan yang diungkapkan oleh tikus Narnia, Reepicheep, sangat menarik “kamu tidak punya apa-apa karena kamu tidak punya keyakinan.”  Yup, keyakinan  yang kuat, menguji diri, dan kemenangan atas diri, membawa Caspian dan kawan-kawan akhirnya berhasil menghancurkan pulau kegelapan, mengembalikan warga Narnia yang selama ini hilang dengan bantuan dari Aslan yang tidak pernah terlambat. Film yang lugas, tetapi sarat makna. Bagi saya film tersebut menuntun saya untuk melawan kegelapan dengan cara mencari Tuhan. Tuhan tidak berada jauh di atas sana, tetapi Dia ada dan sangat dekat. Sayangnya seperti yang dialami warga Narnia, sikap tidak menguji diri sendiri, tidak menang terhadap diri sendiri, dan kalah terhadap godaan-godaan yang ada di depan saya justru akan menjauhkan saya dari Tuhan. Egois, tidak memiliki keyakinan, ketakutan, keputusasaan menemani perjalanan saya  dan sekan mengajak saya kembali ke masa lalu yang kelam. Saat seperti itulah saya membutuhkan bintang biru, seperti warga Narnia yang setia mengikuti arah yang ditunjukkan bintang biru dan berhasil memenangkan pertempuran dengan kegelapan dan membebaskan jiwa-jiwa lain yang terperangkap di sana. Perjalanan yang tidak mudah, tapi kesetiaan memenangkan segalanya. Bintang biru, laksana bintang terang yang membawa orang Majus dan gembala kepada bayi Yesus. Tidak ada keraguan, yang ada hanyalah kepastian. Tema Natal tahun ini dari PGI dan KWI adalah “Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang sedang datang ke dalam dunia.” Saya menuliskan catatan ini setelah selesai mengikuti kebaktian Malam Natal di GKJ Margoyudan Solo. Pendeta dalam kotbahnya menjelaskan bahwa kita adalah pembawa terang itu, sehingga jangan terjebak pada kondisi yang selalu hanya melihat kepada diri sendiri, keluarga, gereja. Di luar sana banyak orang yang membutuhkan terang. Orang Kristen sering terjebak dengan selalu melihat ke dalam, tanpa menyadari bahwa sebagai penyalur terang, terang  itu harus bersinar dan menyinari orang lain karena untuk itulah orang Kristen dipanggil. Jangan melihat kegelapan, tetapi lihat dan fokuslah pada terang. Jangan melihat masalah dan siapa yang salah, tetapi lihatalah pada terang yang memberikan jalan keluar dari masalah. Natal lebih dari sekedar pohon terang, sinterklas, hiasan warna warni, kado natal, seperti yang diekspresikan oleh pusat-pusat perbelanjaan ataupun hiasan dekorasi di gereja dan rumah kita. Pengenalan akan Tuhan Sang Terang yang lahir itu, berawal dari kesadaran bahwa kita membutuhkan pertolongan dan belas kasihan, yang dalam perjalanan iman selanjutnya akan menuntut kita untuk menguji diri sendiri dan terus setia sampai akhir. Kalau warga Narnia bertemu Aslan, kita akan bertemu dan mengenal Tuhan secara pribadi dan merasakan Terangnya bercahaya dalam kehidupan kita sehingga kitapun menjadi terang yang bercahaya bagi sekitar. Selamat Natal, Tuhan beserta kita. Immanuel!

(sudah jam segini, harus segera tidur coz besok Kebaktian Natal jam 7 pagi. Have a nice sleep....)

No comments:

Post a Comment