Friday, December 3, 2010

catatan tentang sejarah

Mengenang masa sekolah dulu, mungkin semua sepakat bahwa pelajaran sejarah bukanlah pelajaran yang digolongkan dalam kategori “berkelas”. Kalau bicara “berkelas” pasti kita akan langsung menunjuk mata pelajaran fisika, matematika, kimia, dan sebangsanya yang terkesan “elit”. Saya teringat ketika SMP sampai SMU, jam pelajaran sejarah adalah jam refreshing, paling tidak mengistirahatkan otak dan mendengarkan cerita.  Bahkan kalau kita masuk dalam kategori “pelajar kreatif” maka jam-jam itu akan dipakai untuk mengerjakan PR pelajaran lain atau menyalin catatan teman. Saat itu saya sendiri juga berpikir bahwa materi pelajaran sejarah sama terus dari SMP sampai SMA, dan tidak melihat sesuatu yang relevan dengan masa sekarang, kecuali dalam hal patriotisme mengenang perjuangan pahlawan mengusir penjajah. Apalagi ulangan sejarah juga lebih banyak hafalan, sehingga saya tidak dituntut untuk menggali lebih dalam makna dari apa yang saya pelajari. Tetapi minggu kemarin saya kena batunya, ketika saya menemani tamu dari Hongkong dalam rangka simposium ilmiah di Bandung. Sepanjang perjalanan kami berdiskusi banyak hal termasuk bencana alam yang terjadi di Indonesia dan budaya negeri ini. Tiba-tiba tamu saya bertanya sesuatu hal yang tidak saya duga yaitu kenapa sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam padahal Indonesia dijajah Belanda ratusan tahun. Dia membandingkan dengan negara lain yang dijajah Portugal atau Spanyol maka negara tersebut mayoritas akan beragama Katolik. Jadi kalau Indonesia dijajah Belanda, semestinya Indonesia menganut agama Kristen. Saya harus berpikir keras sebelum saya menjelaskan bahwa di beberapa bagian Indonesia, mayoritas penduduknya beragama Kristen atau Katolik seperti Batak, NTT, Menado, Maluku, Papua karena peninggalan Belanda dan Portugis. Tetapi tamu saya tampak tidak puas dan terus bertanya bahwa mayoritas Indonesia adalah Islam, sedangkan Belanda lama menduduki Indonesia. Setelah Belanda pergi, kenapa penduduknya tidak menganut Kristen? Saya memutar otak dan menjelaskan (meskipun tidak yakin) bahwa saat itu banyak  banyak pedagang Arab, Persia yang datang ke Indonesia untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam. Tetapi akhirnya dengan sedikit lemas saya hanya mengatakan, “Sorry, I dont know exactly the history”. Dan tamu saya tertawa serta berkata “You dont know the history of your country?”  Saya hanya tersenyum pasrah mendengarnya, dan segera mengalihkan pembicaraan ke batik kebanggaaan bangsa yang saat itu saya pakai serta ragam budaya Indonesia lainnya yang diaku-aku hak milik oleh Malaysia. Setelah tamu saya pulang, dengan tidak sabar saya bercerita ke seorang teman mengenai sejarah Indonesia yang tadi ditanyakan. Segera kami terlibat diskusi seru yang ternyata juga tidak ada akhirnya karena untuk memutuskan kerajaan Islam pertama di Indonesia saja kami tidak sepakat. Saya menyebutkan Sriwijaya , tapi teman saya mengatakan itu kerajaan Hindu, kerajaan Islam pertama adalah Mataram. Gantian saya yang tidak percaya dan menyebutkan Demak sebagai kerajaan Islam pertama dengan rajanya Mas Karebet atau Joko Tingkir. Wah, karena tidak ada keputusan yang jelas kami akhirnya menyerah dan sama-sama berjanji akan mencari di internet. Dengan rasa penasaran tinggi akhirnya saya menemukan bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Samudera Pasai di Aceh, dan bahwa Islam sudah masuk ke Indonesia dari abad 12 dibawa oleh pedagang Muslim dari Mekkah yang kemudian menyebarkan Islam ke seluruh Nusantara. Jadi jauh sebelum Belanda dan bangsa Eropa datang ke sini, Islam sudah menyebar lebih dahulu. Saya tertawa dan membatin dalam hati, waduh, dalam hal ini ternyata saya tidak lebih pintar dari anak kelas 5 SD! Hahaha. Yup, saya menyadari bahwa ingatan manusia terbatas, dan kita tidak akan mampu menampung begitu banyak informasi yang yang masuk ke otak kita, apalagi yang sudah puluhan tahun seperti halnya pelajaran sejarah.  Saya justru ngeri kalau otak kita mampu mengingat semua hal, karena itu berarti semua kejadian yang kita alami akan terekam dengan baik, entah kejadian sedih atau menyenangkan. Terlepas dari itu, pembicaraan dengan tamu dari Hongkong  tersebut cukup mengusik hati saya. Apalagi setelah saya menemukan bahwa teman saya pun juga tidak yakin dengan ingatannya mengenai sejarah indonesia. Tetapi bukan itu intinya. Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa ternyata saya tidak cukup memahami bangsa ini dengan baik. Memang sih, saya tidak perlu tahu secara detail, karena menurut saya itu urusan pakar sejarah, tetapi mengetahui hal-hal penting dari bangsa ini adalah bagian dari kita untuk memahami dan mencintai bangsa ini. Ketika tidak ada kejadian apa-apa, ketidaktahuan saya tidak bermakna, tetapi ketika ada tamu dari luar Indonesia dan saya tidak bisa menjelaskan dengan baik, ternyata malu juga. Catatan singkat ini tidak bermaksud untuk mengajak kita menghafalkan lagi pelajaran sejarah, tetapi mengerti sejarah ternyata akan membantu kita mengenal bangsa ini.  Sama saja apabila kita memahami dan mengerti “sejarah” kita sendiri, akan sangat membantu kita mengenal diri kita sehingga memudahkan untuk menentukan arah ke depan. Tetapi kalau kita sendiri tidak tahu dan tidak mau tahu, tidak belajar dari sejarah yang ada, kita juga tidak akan memiliki tujuan yang pasti.
Sejarah ternyata bukan hanya cerita mengenai masa lalu dari suatu bangsa. Kalau saya amati dalam bidang apapun sejarah tidak pernah ditinggalkan, apalagi kalau kita bicara olahraga terpopuler di jagat ini, sepak bola. Misalnya di gelaran Piala Dunia yang kita nikmati pertengahan tahun lalu, untuk memprediksi negara mana yang menjadi juara, orang tidak akan pernah melupakan sejarah. Para pengamat akan selalu mempertimbangkan sejarah sebagai dasar prediksi mereka. Sehingga kesebelasan dengan “sejarah” yang bagus di turnamen piala Dunia atau pernah “mencatat sejarah” sebagai juara dunia tetap akan diperhitungkan sebagai kandidat juara meskipun prestasinya saat ini tidak meyakinkan. Bahkan dalam kelas yang lebih rendah, misalnya turnamen Liga, sejarah tidak akan pernah ditinggalkan. Sebagai contoh kalau ada dua kesebelasan bertemu, prediksi kemenangan juga akan dilihat berdasarkan sejarah penampilan mereka ketika bertanding sebelumnya. Misalnya di Liga Inggris, ketika MU bertanding melawan Arsenal, maka sebelum pertandingan para pengamat akan menampilkan sejarah pertemuan kedua kesebelasan tersebut sebelumnya dan prediksi hasil akhir di pertandingan yang akan datang. Padahal kita tahu bahwa sejarah tidak akan bisa dijadikan patokan siapa yang menang, tetapi ternyata orang akan lebih aman kalau mereka membuat prediksi berdasarkan sejarah. Di sisi lain, kesebelasan yang memiliki sejarah pertemuan yang buruk pasti akan berlatih lebih keras dan berjuang sekuat tenaga untuk menang agar sejarah yang buruk tidak berulang. Begitu pentingnya sejarah, sehingga sebuah negara yang bisa mencetak sejarah baru, akan merayakannya dengan gegap gempita, seperti yang dilakukan Spanyol ketika menjadi juara dunia pertama kali. Mencetak sejarah adalah hal yang luar biasa dan akan selalu dikenang sepanjang masa. Sejarah memang tidak bisa dirubah, tetapi ternyata sejarah sangat diperlukan untuk memprediksi arah ke depan.  Itu baru mengenai sepak bola, apalagi kalau kita bicara sejarah bangsa, tentu akan menjadi perbincangan yang panjang dan memaknai perjalanan bangsa itu di kemudian hari. Belajar dari sejarah, akan membuat bangsa tersebut semestinya lebih siap menghadapi tantangan yang ada di depan. Sebagai contoh, sejarah Indoensia dalam menghadapi penjajah Belanda dan merebut kemerdekaan dengan berkorban jiwa raga semestinya menjiwai dan menjadi arahan bangsa ini untuk memerangi kemiskinan, korupsi, dan hal-hal lain yang menjajah bangsa kita saat ini. Tetapi karena sejarah yang tidak dimaknai dengan sepenuh hati tersebut membuat bangsa ini juga (menurut saya) tidak sepenuh hati memerangi berbagai penjajahan yang ada. Alangkah sakitnya mendengar berita bahwa tahanan bisa keluar masuk seenaknya asal ada uang. Alangkah sakitnya mendengar derita TKW di luar negeri dan sepertinya pemerintah kita tidak berdaya melawannya. Alangkah sakitnya ketika pemimpin bangsa justru berjalan-jalan ketika bencana mendera rakyatnya. Semua karena kita tidak mengenal sejarah bangsa ini dengan baik, yang dipertaruhkan dengan segenap jiwa. Seandainya kita menengok sejarah, alangkah malunya bangsa ini karena seakan kita berjalan di tempat dan masih terus dijajah oleh kemiskinan moral yang ada.  Sejarah, memang tidak bisa dirubah, tetapi tanpa mengenal sejarah kita tidak akan mau berubah.

23.11.2010

No comments:

Post a Comment