Tuesday, December 7, 2010

dibuang (tak) sayang

Saya punya kebiasaan mengumpulkan barang-barang lama yang akhirnya memenuhi kamar dan membuat saya kesulitan meletakkannya. Kebiasaan ini sudah ada sejak saya kos perkali di Salatiga sampai-sampai seorang teman menjuluki saya “nyusuh”, bahasa Jawa yang artinya membuat sarang. Kata “nyusuh” biasanya digunakan untuk menyebut induk burung yang sedang mempersiapkan sarang bagi anak-anaknya, dengan menyusun ranting-ranting atau jerami sehingga sarang menjadi empuk dan siap ditinggali. Itu kalau burung, kalau saya....wah, bukannya menjadi empuk tetapi justru makin rusuh dan berantakan.  Kebiasaan ini berlanjut sampai sekarang, sehingga saya membutuhkan lebih banyak kardus untuk menyimpan barang-barang tersebut.  Jenisnya bermacam-macam, mulai dari tas yang sedikit rusak, celana panjang dan baju-baju yang sudah tidak muat karena berat badan selalu bertambah setiap tahun, sandal, souvenir pernikahan, dan banyak lagi. Selain itu ada juga kumpulan kertas print out motivasi yang sudah berdebu dan hampir coklat, atau blocknote meeting kantor yang sudah kadaluarsa. Belum lagi brosur-brosur rumah atau apartemen hasil dari mengunjungi pameran ini dan itu. Untungnya kebiasaan ini diimbangi dengan kebiasaan yang kontradiktif yaitu membersihkan kamar sampai ke akar-akarnya, dalam arti mengeluarkan kasur, kursi, dan lain-lain yang bisa saya angkut,  setiap ada momen tertentu, misalnya menjelang Lebaran, Natal, Tahun Baru, atau ada perubahan-perubahan radikal dalam hidup saya. Begitu sudah selesai dan kamar tertata rapi, hati saya terasa plong, seakan siap membuka lembaran baru. Kalau sedang rajin saya tidak perlu menunggu saat spesial dan akan melakukannya paling tidak dua bulan sekali, sementara yang seminggu sekali cukup  saya pel dan semprot pewangi,  beres.  Seperti kemarin saya membongkar kamar karena seakan menandai selesainya perjalanan di kantor lama dan bersiap ke tempat yang baru (meskipun masih tahun depan bo...). Saya terkadang geli sendiri dan merasa itu hanya efek psikologis, tetapi karena sudah kebiasaan ya tetap saya kerjakan dengan sepenuh hati. Justru yang menjadi perhatian adalah kesulitan saya untuk membuang barang-barang lama karena merasa sayang padahal jelas-jelas sudah tidak diperlukan. Bahasa Jawanya “eman-eman”, yah..karena kebiasaan nyusuh tadi. Kalau baju atau tas yang sudah tidak terpakai biasanya saya susun dan saya berikan ke bapak pemulung, tetapi pernik-pernik yang lain, bahkan hanya kertas-kertas, tetap saya simpan dengan harapan akan terpakai “suatu hari nanti” atau dengan pemikiran “suatu hari nanti akan berguna”. Kapan hari itu tiba, entahlah, yang jelas sampai saat saya bersih-bersih lagi dua atau tiga bulan ke depan, barang tersebut masih manis tersimpan dan tidak pernah saya gunakan karena memang sudah tidak saya perlukan! Wah, ternyata susah membuang hal-hal yang tidak perlu dalam hidup kita.  Seperti yang saya lakukan tadi. Jelas-jelas bisa dibuang tetapi tetap saja digenggam sampai kapanpun, padahal saya tahu persis itu hanya akan memenuhi kamar saya. Tetapi itulah manusia, susah membuang yang tidak berguna padahal jelas-jelas tidak ada manfaatnya. Mungkin itu juga yang saya alami selama ini. Menyimpan kebencian dan dendam, padahal jelas-jelas tidak perlu. Tapi hati ini rasanya menang. Atau menyimpan luka dan kecewa yang akan dibawa sampai kapanpun. Wah, hebat sekali, emangnya kuat sampai kapanpun? Bukankah itu menjadi beban yang sangat berat? Tapi gitu deh...manusia kan merasa kuat dan mampu menanggung segala sesuatu bahkan hal-hal yang mestinya dibuang untuk membuat langkah ke depan semakin ringan dan terang. Kadang-kadang kita juga menggenggam masa lalu terlalu kuat dan tidak mau keluar dari situ karena perasaan takut menghadapi masa depan seperti saya. Gamang dengan apa yang terbentang di depan tanpa  tahu arah dan tujuan, sehingga tetap berpegang pada hal-hal lama yang membuat saya tenang katena telah melewatinya. Ah, tapi yang saya tahu manusia adalah makhluk yang penuh harapan. Hari ini adalah Tahun Baru Islam, saya membaca status beberapa teman di facebook yang menyiratkan kebahagiaan dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Doa-doa dipanjatkan untuk menguatkan hati mengiringi langkah ke depan. Saya tidak begitu familiar dengan Tahun Baru Islam, yang saya kenal adalah 1 Suro dengan tradisi Solo  Kirab Kebo Kyai Slamet. Saya ingat puluhan tahun lalu ketika saya masih kecil, mbah putri saya selalu wanti-wanti  (mengingatkan) tidak boleh tidur sore kalau malam 1 Suro karena ora elok,  tidak layak. Saya tidak tahu kenapa ora elok, tetapi sebagai anak kecil saya menurut saja, dan tetap berusaha melek meskipun  sudah terkantuk-kantuk. Tetapi kalau sudah tidak kuat, saya tetap saja tidur, namanya juga anak-anak, hehehe.  Sampai sekarang saya tidak tahu kenapa tidak boleh tidur awal, mungkin tujuannya agar kita berefleksi mengenai tahun lama dan berdoa untuk tahun baru yang menjelang. Jangan tidur saja, karena  tidur adalah kondisi di mana kita tidak sadar, dan kita tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dalam hati saya berpikir mungkin saja alasannya begitu, karena kedatangan Tuhan yang kedua kali pun digambarkan sebagai pencuri yang tidak tahu kapan datang sehingga orang percaya jangan sampai tertidur dan harus terus berjaga-jaga.  Kalau Tahun Baru Islam  diperingati hari ini, maka Tahun Baru Masehi masih 3 minggu lagi. Sebelumnya ada Natal, dan menjelang Natal adalah minggu advent yang saat ini sudah masuk di minggu advent ke-dua. Bagi orang Kristen, minggu advent adalah minggu penantian kedatangan Juru Selamat. Menanti adalah hal yang menjemukan, apalagi kalau menunggu yang tidak pasti. Tetapi advent adalah menunggu penggenapan janji yang pasti. Nah, kalau begitu semestinya saat ini saya sudah harus membersihkan kamar sampai ke akar-akarnya dan membuang yang ridak perlu. Tentu saja itu hanya harafiah, karena maksud saya adalah membersihkan kamar hati saya agar siap menyambut kedatanganNya. Tetapi ya itu tadi, saya masih sering menggenggam hal-hal yang tidak perlu dan tidak akan dipakai lagi. Jawabannya simpel karena saya memang tidak mau melepaskannya. Bayangkan seandainya barang yang sudah expired itu saya berikan ke orang yang memerlukan, bukankah lebih bermanfaat daripada terus menyimpannya lalu dimakan rengat dan berkarat? Atau saya menunggu untuk membuangnya suatu hari nanti dengan hati pilu karena sudah hancur dimakan waktu. Itulah, susah sekali membersihkan hati dari debu-debu yang menempel karena debu itu sudah menjadi bagian dalam hidup kita sehingga kita merasa nyaman hidup dengannya. Saat bersih-bersih kamar kemarin, saya bertekad tutup mata dan dengan tega terus membuang benda-benda yang menurut saya memang sudah tidak dipakai lagi. Saat membuang memang terasa begitu sayang, tetapi saya tidak merasakannya lagi sekarang. Bahkan saya senang karena kamar saya jauh lebih bersih dan sehat.  Perasaan sayang hanya sesaat dan setelah saya membuangnya semua baik-baik saja. Berarti sebenarnya yang membuat masalah adalah saya sendiri, dan saya juga yang harus menyelesaikannya. Buktinya saya justru bisa mengisi kamar saya dengan benda-benda yang jauh lebih dibutuhkan dan akan membantu saya mengisi hari-hari ke depan. Jadi kalau selama ini anda masih menyimpan barang-barang lama yang sudah tidak dipakai lagi dan akan berdebu, saya ingatkan lebih baik dibuang saja,  berujung di tukang loak atau diberikan ke pemulung,  Sama juga dengan hati kita yang harus dipersiapkan untuk membuang yang lama dan mengisinya dengan energi baru sehingga ketakutan akan masa datang dapat kita hadapi dengan semangat tinggi. Lagi pula kenapa mesti takut, kalau saat ini kita sudah sampai di sini dengan selamat, tidakkah itu berarti kita juga akan mampu berjalan ke depan dengan gagah berani? Tentu saja kita tidak berjalan sendiri, karena kalau seperti itu manusia akan merasa hebat dan tidak lagi memerlukan Tuhan. Buktinya ada banyak agama di dunia, itu berarti manusia masih mengakui ada kekuatan di luar sana yang sangat besar, kekuatan Tuhan Semesta Alam yang senantiasa menuntun kita. Saya ingin membawaNya masuk ke hati saya, tetapi Dia berbisik bahwa hati saya masih penuh dengan barang-barang lama yang harus segera disingkirkan sebelum ada ruang untukNya. Saya jadi malu, karena ternyata saya belum menyiapkan ruang bagi Dia, yang justru saat ini saya nanti-nantikan di minggu advent. Ternyata saya hanya mempersiapkan fisik saja, tetapi tidak dengan hati saya. Buktinya ruang hati saya masih dipenuhi dengan barang yang tidak berguna, yang seharusnya sudah saya buang tanpa ada rasa sayang. Kalau masih juga eman-eman, rasanya Dia tidak akan masuk juga, meskipun fisik saya sudah berjalan jauh ke depan. Sampai kapan? Sampai saya membersihkan hati dan menyediakan ruang tersebut untukNya…..

No comments:

Post a Comment