Hati yang bersih dan bebas adalah modal untuk menulis apa saja menjadi menarik, demikian diungkapkan Samuel Mulia di acara talk show Festival Penulis dan Pembaca Kristiani 2010 di Museum Mandiri hari minggu kemarin. Saya adalah penggemar tulisan Samuel Mulia di kolom parodi Kompas yang terbit setiap minggu. Menurut saya tulisannya sangat menarik, ringan dibaca, tetapi dalam menggelitik dan menukik, benar-benar memaknai arti kata parodi yang menurut beliau diterjemahkan sebagai menyindir secara halus. Jadi kalau suatu ketika saya membaca tulisannya dan saya marah atau tersinggung, itu berarti saya berada pada golongan orang yang tersindir karena tulisan tersebut. Sudah hampir 3 tahun saya membaca tulisan-tulisan beliau dan baru kemarin saya dapat bertemu langsung dengannya. Obrolannya segar, inspiratif, norak, meskipun kadang muncul bahasa sarkastik dan kasar menurut ukuran saya yang lahir dan dibesarkan dalam budaya Jawa yang kental. Tapi gaya yang beliau sampaikan sama persis dengan tulisan-tulisannya, terbuka apa adanya, dan seakan berkata “saya ya seperti ini”. Tetapi di balik itu saya bisa menangkap spiritualitas yang sangat kuat, yang menunjukkan kedekatan beliau kepada Tuhannya, tentu saja pendekatan ala Samuel Mulia. Saya merasakan bahwa spiritualitas tersebut yang menjiwai dan menggerakkan tangan dan pikirannya untuk menulis karya-karya segar yang terus mengalir setiap minggu,dengan inspirasi yang tanpa henti. Ketika ada yang bertanya bagaimana beliau bisa terus menggali ide-ide untuk menulis, jawaban beliau sangat singkat tetapi sungguh mengena, “Roh Kudus”. Ya, saya melihat bahwa beliau sangat menggantungkan dirinya pada penyertaan Tuhan di setiap karyanya. Kelihatannya begitu bertolak belakang dengan penampilan dan cara beliau berbicara, tetapi kalau kita jeli kita akan merasakan betapa beliau sangat mencintai Tuhannya (paling tidak itu yang saya tangkap dalam 2 jam bersama beliau meskipun dalam kenyataan hidup sehari-hari saya tidak tahu. Tetapi terkadang saya cukup yakin dengan kebenaran intuisi saya mengenai orang yang baru pertama kali saya temui meskipun kalau ternyata intuisi saya salah, yah harap maklum, manusia tidak sempurna. Hehehe, maksa.com. Maksud saya, whateverlah, apapun itu, yang jelas saya akan mengambil yang baik-baik saja dari seseorang untuk saya tiru). Mungkin anda akan berkata wah, kok sepertinya saya sangat mengagumi seorang Samuel Mulia, dan saya akan dengan tegas menjawab, ya, saya mengagumi karya-karyanya, dan saya mengamini apa yang beliau katakan, “hati yang bersih adalah modal awal bagi seorang penulis kristiani”. Tentu saja saya bukanlah Samuel Mulia. Saya adalah saya yang memiliki latar belakang, pendidikan, lingkungan, dan pergaulan yang jauh berbeda. Tetapi saya mengakui pernyataan “hati yang bersih” sebagai sesuatu yang universal dan benar adanya. Saya pernah mengalami masa-masa perang dingin dengan seorang teman yang menurut saya bersalah dan tidak pantas dimaafkan. Jadi saya tidak perlu menegur dan memutuskan segala cara komunikasi meskipun kami setiap hari bertemu. Bagi saya teman tersebut layak diperlakukan seperti itu dan saya tidak perlu mengenalnya lagi. Jangankan memaafkan, menyapa saja sangat sulit bagi saya, padahal Yesus dengan tegas mengajarkan, “Kalau kamu tidak mengampuni kesalahan orang, maka Bapa di Sorga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” Wah, keras sekali , tetapi sekali lagi, saya kan manusia yang penuh cela dan tidak sempurna, begitu saya membela diri. Berbulan-bulan saya tidak berbicara dengannya, sesuatu yang sangat tidak enak karena orang tersebut satu kos dengan saya. Tetapi itu adalah cara saya menghukumnya untuk perbuatan bodoh dan jahat yang “menurut saya” sudah dia lakukan, sehingga sepantasnya dia menerima akibatnya. Ternyata kondisi ini membuat saya tidak damai, sehingga akhirnya setelah sekian waktu saya mulai menyapa dan berkomunikasi lagi meskipun tetap menjaga jarak. Tetapi bagi saya itu lebih baik walaupun kadang masih ada rasa jengkel. Keadaan hati yang tidak damai ternyata membuat saya tidak bisa menuangkan pengalaman saya menjadi sesuatu yang bisa membekati orang lain. Saya juga pernah mengalami keadaan dimana saya sangat tertekan untuk melakukan pilihan-pilihan dalam kehidupan seperti putar balik yang sekarang saya lakukan karena saya mengikuti panggilan untuk berkarya di bidang training dan people development meskipun harus mulai dari awal lagi. Saat-saat seperti itu yang bisa saya lakukan adalah berdoa dan berdoa, dan ketika semuanya telah lewat hati saya dipenuhi oleh rasa damai dan syukur yang luar biasa, dan baru setelah itu saya bisa mencurahkan pengalaman pergumulan saya melalui tulisan. Apa yang saya alami tentu tidak sama persis dengan maksud Samuel Mulia mengenai “hati yang bersih”. Dalam benak saya, beliau menerjemahkan hati yang bersih sebagai hati yang bergantung kepada Tuhan, dan menjadikan Tuhan sebagai pusat kehidupan dan sumber inspirasi dalam berkarya. Itu semua bisa dicapai dengan membangun hubungan yang erat dengan Tuhan, seperti kesaksian beliau yang terbiasa berdoa jam 3 pagi untuk melatih mendengarkan “suara Tuhan.” Kalau kita tidak melatih untuk mendengarkan suaraNya, bagaimana kita bisa mengerti apa yang Dia inginkan bagi kita. Wah, dalam hati saya berkata, jam 3 pagi? Astaga, itu baru enak-enaknya tidur, bahkan mungkin baru mulai merajut mimpi indah. Boro-boro bangun, yang ada justru saya menarik selimut dan semakin pulas tak sadarkan diri. Saya menganggap setiap orang punya cara berbeda membangun relasi dengan Tuhannya, sama saja dengan cara-cara orang untuk membangun hubungan dengan orang lain yang akan berbeda tergantung karakter masing-masing. Bukan berarti saya sedang membela diri bahwa saya tidak akan sanggup bangun jam 3 pagi untuk berdoa, tetapi memang saya akan berpikir ulang sebelum saya menyatakan sanggup karena saya tahu persis siapa diri saya (hehehe). Kalau jam 5 atau setengah 5, bolehlah, tapi kalau jam 3 pagi, aduh...... Padahal saya ingat bahwa Yesus selalu bangun pagi-pagi sebelum ayam berkokok dan berdoa kepada Bapa sebelum memulai karyaNya setiap hari. Jadi? Yah, berarti ini pelajaran bagi saya untuk bangun pagi dan mencoba mencontoh apa yang Yesus lakukan. Harus diakui kalau kita bangun kesiangan maka doa atau saat teduh kita menjadi sangat tergesa-gesa dan lebih pada masalah kewajiban, bukan kerinduan. Ada rasa tidak enak kalau tidak melakukannya, seperti perasaan berdosa. Tetapi apakah saya mendapat sesuatu dari saat teduh itu, atau apakah saya bisa merasakan hadirat Tuhan, itu nomor 2, karena nomor 1 adalah perasaan sudah memenuhi kewajiban. Sekali lagi saya bukanlah Samuel Mulia, tetapi saya sangat ingin bisa menulis dan berkarya seperti yang beliau lakukan, jadi saya sangat setuju dengan pernyataan “hati yang bersih adalah modal untuk menulis.” Nah, kalau hati yang bersih itu dimulai dari pengenalan kita akan diri sendiri, Tuhan, dan hubungan kita dengannya, maka saya diajar untuk mulai mengevaluasi bagimana kehidupan saya selama ini. Apa yang beliau lakukan, belum tentu cocok untuk saya, jadi saya harus mengenal Tuhan dengan “cara saya” dan perjumpaan pribadi denganNya. Saya tidak akan pernah bisa menjadi Samuel Mulia ke-2 karena saya bukanlah dia dan Tuhan menciptakan saya unik sebagaimana saya saat ini. Kitab Mazmur menulis bahwa “kejadianku dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang Dia buat”, jadi yang perlu saya lakukan adalah bagaimana saya mengenali diri sendiri dan terus berlatih tanpa henti untuk menghasilkan karya yang bisa menjadi berkat bagi orang lain. Bukankah itu yang menjadi panggilan saya, yaitu melalui tulisan saya bisa menyaksikan kasih setia Tuhan. Apa yang saya lakukan barulah awal dan masih sangat kecil, tetapi saya sungguh berharap yang kecil ini akan bermakna bagi orang lain. Talk show hari Minggu kemarin di Festival Penulis dan Pembaca Kristiani sungguh memberkati dan menginspirasi saya. Terima kasih banyak untuk seorang teman yang memforward email informasi festival tersebut ke email saya sehingga saya tahu ada acara tersebut, karena seandainya tidak, saya akan kehilangan momen belajar yang sangat indah. Saya belajar dari sosok penulis yang (menurut saya) rendah hati dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Saya tidak perlu menunggu menjadi sempurna untuk bisa membagikan berkat itu, karena saya bisa memulainya sekarang juga. Semoga anda merasakan hal yang sama dengan saya saat ini, membagikan berkat itu sekarang juga!
29.11.2010
halo...Rum.....heheheh....saya menemukanmu!!!!
ReplyDeleteayo terus menulis....ternyata kamu bisa kok menulis sesuatu yang menarik....
waaaaaaaaa....bu martha!!! malu aku.... hehehe. bu, trm ksh banyak comment-nya, sangat supporting me. pasti saya akan menulis terus. masih inget kok pesen Ibu, "berlatih dan melawan rasa malas." thanks sekali lagi Bu... God bless you :)
ReplyDelete