Sunday, February 26, 2012

Update Status

 Update status dan profile picture, istilah itu begitu populer saat ini. Mengambarkan sebuah aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperbarui status yang tertulis di blackberry massenger maupun facebook sehingga orang lain mengetahui apa yang sedang dia kerjakan atau alami. Mengapa sebagian besar orang kecanduan untuk menuliskan statusnya? Karena sejatinya orang ingin diperhatikan. Itu yang terbersit di benak saya pertama kali. Setelah itu muncul jawaban lainnya seperti mengisi waktu luang, sedang tidak banyak pekerjaan, iseng saja, atau memang narsis. Apapun alasannya update status dan propic menjadi sebuah kegiatan rutin yang memiliki banyak penggemar. Bahkan ada sebagian orang yang bisa berkali-kali ganti status dalam sehari, benar-benar seperti minum obat saja. Hehehe. Apakah ini salah? Tentu tidak! Itu hak setiap orang dan sah-sah saja.
Akhir pekan kemarin saya memiliki banyak kesempatan untuk membuka internet dan (terutama) mencermati status serta profile picture teman-teman di facebook maupun bbm yang ternyata sangat menarik. Saya menemukan fakta bahwa sebagian besar orang memasang status yang berhubungan dengan keadaan dirinya dan kegiatan yang mereka lakukan sehingga kita bisa mengetahui aktivitas orang lain tanpa orang tersebut kontak langsung dengan kita. Sangat update, hanya dalam hitungan detik. Bahkan dengan fasilitas yang ada, lagu-lagu yang sedang didengarpun bisa diketahui orang lain tanpa perlu bercerita. Sungguh luar biasa! Bagi saya ini adalah sebuah bentuk komunikasi tidak langsung yang sangat efektif, murah, dan menjangkau banyak orang. Kalau di marketing, bentuk promosi seperti inilah yang dicari. Tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga, tetapi pesan yang disampaikan bisa dimengerti dan bersifat massal.
Selain tentang profil diri, status juga dimanfaatkan sebagai sarana promosi menjual kepada orang lain. Seorang teman yang punya usaha berjualan tas sering memasang gambar tas terbaru di profile picture dengan status yang menunjukkan harga atau cara membelinya. Di kesempatan lain seorang teman yang hobby membuat kue berusaha menampilkan hasil karyanya di profil picture agar orang lain tertarik dengan gambar tersebut. Intinya, update status bisa digunakan untuk apa saja, tidak melulu menceritakan diri sendiri tetapi juga untuk kegiatan promosi dan bisnis. Sebuah cara yang murah, mudah, dan efisien.
                Dengan adanya facebook dan bbm, saya merasa bahwa kehidupan sosial orang sudah berubah. Keinginan dasar manusia untuk dihargai, diakui keberadaannya, menunjukkan eksistensinya, menemukan bentuknya dalam sebuah benda mungil bernama blackberry.  Dengan menakjubkan benda ini menangkap kebutuhan dasar manusia tersebut untuk bisa mengaktualisasikan diri, meskipun dengan cara yang berbeda-beda dan kondisi yang beragam. Terlebih lagi kalau kondisi yang dialami merupakan hal yang membanggakan, maka orang akan segera menuliskannya agar orang lain tahu dan kagum terhadap mereka. Misalnya ketika saya mendarat di Bandara Soekarno Hatta, biasanya saya langsung update status dengan tulisan “just landed...bandara soetta.” Itu baru bandara soetta, bagaimana seandainya saya bepergian ke luar negeri, pasti statusnya akan lebih heboh dan berusaha keras menunjukkan “keluarnegeriannya”. Sejujurnya ada sebuah kebanggaan ketika menuliskannya. Saya kemudian berandai-andai, kalau misalnya saya tidak sedang berada di bandara tetapi di terminal, apakah saya akan gencar untuk update status, kelihatannya tidak. Sulit membayangkan diri saya menulis status seperti “akhirnya...nyampai juga di terminal kampung rambutan”, atau mungkin “naik metromini, ngebut nih.. seram...”. Status-status tadi terkesan biasa saja dan tidak elit karena tidak menunjukkan “status sosial” ataupun “ekonomi” yang saya miliki. Istilah lainnya, kurang impresif! Berdasarkan contoh tadi, seakan-akan status juga menjadi sebuah alat untuk mengukur kesuksesan seseorang (ini adalah kesimpulan liar saya sementara waktu, perlu diuji dulu kebenarannya).  
Fungsi lain dari status menurut saya adalah alat untuk katarsis. Orang mengekspresikan perasaan, keinginan, dan harapan yang dimiliki melaluinya. Terkadang juga kita dapati ungkapan kesedihan, kekecewaan, kemarahan, dan kegalauan seseorang. Menurut saya akhir-akhir ini orang semakin terbuka menyatakan dirinya, seperti buku yang tidak bersampul, langsung bisa diketahui isinya. Berbeda dengan zaman dahulu dimana orang cenderung hati-hati untuk menyampaikan apa yang mereka pikir dan rasakan, paling-paling hanya ke orang-orang tertentu atau sahabat dekat. Kalau suka menulis, seringkali orang menggunakan buku diary sebagai alat pencurahan diri.
Saya belajar banyak dari membaca status teman-teman di bbm, bahwa kalimat yang singkat itu bisa memiliki banyak arti, dari yang penuh dorongan, motivasi, semangat, sampai yang mengharu biru. Kalau kita punya waktu untuk memperhatikan status-status tersebut, ternyata banyak hal yang bisa diceritakan meskipun seringkali saya agak miris dengan status orang yang penuh dengan kesedihan. Meskipun bagi saya itu boleh-boleh saja, tetapi  ada baiknya kita berhati-hati memasang status, dan tidak mengumbar semua yang sedang kita alami. Bukan apa-apa, lebih kepada menghindari beda persesi saja, bahwa tidak semua orang memiliki pemahaman sama terhadap apa yang kita tuliskan. Selain itu, terkadang status bisa menjadi ungkapan hati untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Saya teringat ketika atasan saya mengundurkan diri dari perusahaan, maka semua teman memasang tampang sedih di profil picture dengan isi status yang intinya sama, kehilangan. Meskipun saya tidak ikut-ikutan, tetapi terharu juga dengan status belasan orang yang sama dan dilakukan secara serempak. Status seseorang terkadang membuat saya bisa membaca apa yang sedang terjadi dengan mereka sehingga saya belajar lebih berempati. Ada sebuah pengalaman menarik yang saya alami baru-baru ini, konseling yang meneguhkan bisa dimulai dari sebuah status!
                Dari apa yang sudah saya bicarakan, status memiliki banyak manfaat. Saya bukanlah orang yang apriori dengan itu karena saya sendiri termasuk orang yang rajin update dan merubah profile picture. Bahkan bisa dibilang saya termasuk narsis karena hampir setiap kali merubah profile picture dengan foto-foto diri dari berbagai posisi. Terkadang saya juga merasakan ada keinginan untuk tampil dan menyampaikan pesan kepada sesorang atau mengekspresikan apa yang menjadi perasaan saya.
                Update status, sebenarnya mengakomodasi kebutuhan kita untuk diperhatikan dan menunjukkan eksistensi diri. Dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat, komunikasi seperti ini menjadi sangat berharga karena menembus ruang dan waktu. Orang bisa menjadi semakin dekat satu sama lain karena merasa ada ikatan emosional setelah membaca status-status tersebut. Seringkali kita juga bisa membantu orang lain ketika mengetahui teman kita sedang dalam kondisi yang terpuruk dengan status yang mereka tampilkan. Perhatian dan sapaan yang kita berikan mampu menjadi penghiburan bagi mereka meskipun belum tentu akan membawa orang tersebut untuk bercerita tentang masalahnya. Bahayanya kalau kita terlalu sibuk memperhatikan status-status teman dan lupa memberikan perhatian kepada orang-orang terdekat. Kalimat sindiran yang mengatakan bahwa “BB, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat” tampaknya perlu kita waspadai, apalagi kalau kita sudah mulai tergantung dengan update status dan menjadi sebuah tuntutan yang harus selalu dilakukan. Satu hal lagi yang penting, tulisan di status kita bisa menjadi berkat bagi banyak orang tetapi juga bisa menjadi batu sandungan. Apalagi kalau kita terbawa emosi dan perasaan, lalu menuliskan hal-hal yang berlebihan.
Jadi kesimpulannya, silakan saja melakukan update status, hanya berikanlah pencerahan dan kebahagiaan kepada orang lain dengan status anda. Jangan memberikan kecemasan karena anda menulis hal-hal yang penuh dengan keterpurukan atau profile picture yang ruwet tanpa harapan. Meskipun tujuannya untuk pelepasan beban, tetapi sebaiknya kita lebih bijaksana dalam memilih. Tulislah sesuatu yang membangkitkan semangat dan pengharapan agar orang lain juga termotivasi ketika membacanya. Itu menurut saya. Selanjutnya terserah anda......

Saturday, February 25, 2012

Do with your heart!

Seorang teman memasang foto Bunda Teresa di profil picture bb dengan tulisan “In this life we cannot do GREAT things. We can only do small thing with GREAT love.”  Mulailah saya terlibat pembicaraan mengapa dia memasang propic tersebut. Mulai dari kekagumannya, mengidolakan, pidato beliau yang luar biasa saat menerima hadiah nobel, sampai proses pengakuan sebagai “Santa” atau orang suci dalam agama Katholik. Selama ini proses seorang manusia diakui sebagai Santa atau Santo melalui waktu yang panjang, bisa sampai ratusan tahun, tetapi Bunda Teresa begitu cepat. “Yup, karena beliau memberikan karya nyata. Dampak dari apa yang beliau lakukan sangat besar dan mempengaruhi dunia, bukan hanya India.”, saya mencoba menganalisa. Teman saya setuju dan menambahkan bahwa dari biografi yang dia baca ternyata begitu banyak pergumulan yang beliau hadapi ketika memutuskan apakah menjadi biarawati adalah panggilan Tuhan untuknya. Tetapi di kemudian hari terbukti bahwa apa yang beliau lakukan mempengaruhi begitu banyak manusia di dunia, menyebarkan kasih melalui tindakan nyata dan menginspirasi orang lain untuk melakukan apa yang beliau lakukan. Teman saya menutup pembicaraan dengan memberikan kalimat yang menggelitik dan membuat saya termangu, “Jadi orang yang menginspirasi yuk!”
Menginspirasi, jelas berbeda dengan memotivasi. Menginspirasi tidak perlu tokoh yang pandai bicara, trainer yang berapi-api membakar semangat. Inspirasi bisa dilakukan oleh semua orang. Tetapi justru itulah yang membuat saya sedikit tertusuk, karena saya merasa belum bisa menjadi orang yang menginspirasi. Jangankan memberikan dampak ke orang lain, sepanjang hidup yang saya lakukan, hampir semua berfokus pada apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan daging saya. Belum lagi dengan sifat saya yang terkadang egois, mau menang sendiri, tidak mau mengalah, mudah tersinggung, bagaimana bisa mengisnpirasi dengan cara seperti itu? Mengalahkan diri sendiri saja masih susah, apalagi memberikan sesuatu yang berarti buat orang lain. Ketika saya mulai berpikir seperti itu, bagian diri saya lainnya mencoba menyeimbangkan dengan membisikkan bahwa saya pun suka menolong, perhatian, dan selalu mengajar dengan sepenuh hati, memberikan yang terbaik untuk orang lain. Bukankah itu hal-hal baik yang bisa dibanggakan? Saya masih belum puas dengan pertentangan hati saya dan mencoba menelusuri lebih lanjut. Ah, semua trainer juga akan mengajar dengan sepenuh hati, ingin membuat peserta training menjadi lebih paham dengan materi yang diberikan. Semua trainer pasti akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum mengajar, karena mereka tidak ingin peserta training yang sudah menyediakan waktunya untuk duduk dan mendengar akan pulang dengan tangan hampa.
 Ingatan saya meloncat ke pelatihan 2 minggu lalu yang saya lakukan untuk para sales supervisor mengenai coaching dan counseling. Persiapan yang saya lakukan cukup matang, mereview ulang materi dengan penambahan dari beberapa sumber, mengolah kasus bersama rekan sales manager sebagai bahan diskusi, mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan belajar banyak dari buku-buku yang relevan. Tujuan saya hanya satu, para peserta pulang ke cabang masing-masing dengan membawa sedikit ilmu yang bisa diterapkan. Saya ingin mereka paham dan tidak sia-sia datang ke pelatihan. Kepuasan saya adalah ketika mereka merasa pelatihan ini bermanfaat. Dan ketika saya melihat wajah-wajah gembira mereka setelah mengikuti semua sesi, saya begitu bahagia. Ketika beberapa peserta dengan antusias menyatakan bahwa apa yang mereka terima sangat bagus, bahkan bisa diterapkan untuk diri mereka sendiri, bagi saya itulah makna dari apa yang saya lakukan. Mengajar dengan sepenuh hati, ingin memberikan yang terbaik bagi peserta dengan seluruh kemampuan yang saya miliki, meskipun sangat terbatas. Kebahagiaan saya adalah ketika peserta puas dan senang dengan pelatihan yang mereka ikuti serta mendapat manfaat dari sana. Bagi saya, itu menghapus seluruh rasa capek yang saya rasakan ketika harus berdiri berjam-jam selama beberapa hari, berpikir,dan berbicara. Saya begitu terharu ketika acara selesai dan mereka bertepuk tangan tak henti sebagai rasa terima kasih. Saya sungguh bersyukur, bahwa apa yang saya lakukan memberi dampak bagi orang lain. Saya belajar satu hal, apapun yang kita lakukan dengan sepenuh hati, meskipun kecil, ternyata akan menyentuh hati orang lain.
In this life we cannot do GREAT things. We can only do small thing with GREAT love. Saya merenungi kalimat itu sekali lagi. Baiklah, kalau dalam hal training saya bisa menerapkannya, tetapi hal lain?  Waduh...masih jauh. Sekali lagi hidup saya banyak terpusat pada diri sendiri. Bagaimana saya bisa memberi dampak bagi orang lain kalau saya disibukkan dengan banyak hal pribadi yang tidak membuat saya menjadi dewasa dan bertumbuh? Bagaimana saya bisa berarti bagi sesama kalau saya justru sibuk dengan urusan pribadi dan cenderung mengasihani diri sendiri? Karena begitu saya fokus ke diri sendiri, maka saya tidak akan pernah tergerak untuk menyentuh sesama, hidup di dunia saya sendiri tanpa menyadari bahwa saya hidup untuk orang lain juga. Saya teringat pada acara Kick Andy yang pernah saya tonton mengenai anak-anak muda Indonesia yang memiliki hati untuk berbakti dan tergabung dalam Gerakan Indonesia Mengajar, sebuah gerakan yang mengajak anak muda untuk terjun ke tempat-tempat terpencil di Indonesia dan mengajar anak-anak yang sulit terjangkau pendidikan. Beberapa dari mereka bahkan rela meninggalkan pekerjaan yang sudah mapan dengan gaji bagus, dan memberikan waktunya selama 1 tahun untuk ikut dalam gerakan ini. Hebatnya lagi, peminat untuk menjadi pengajar di gerakan ini begitu banyak sampai harus diseleksi. Wow..ternyata banyak anak-anak muda yang memiliki panggilan untuk memberikan sesuatu bagi orang lain.
Tidak perlu memberi yang besar-besar, teman saya menasihati ketika saya sharing mengenai hal ini. Sederhana saja, sesuatu yang mungkin tidak kamu sadari. Memberi telinga untuk mendengar itu juga bagian dari memberi. Jangan berpikir yang besar, mulailah dari yang kecil, tetapi ketika itu terus menerus kamu lakukan dengan sepenuh hati, maka itu akan sangat berarti. Semua hanya dimulai dari niat dan keinginan. Saya merefleksikan pelajaran coaching yang saya berikan kepada para supervisor. Coaching is caring. Coaching adalah tentang perhatian. Perhatian kepada orang-orang di sekitar ketika mereka melakukan sesuatu yang baik, dan kita tidak segan-segan memujinya. Tetapi ketika ada kesalahan yang dibuat, kita akan menegurnya secara pribadi dengan lemah lembut dan positif. Hal-hal kecil yang mungkin bagi kita tidak penting, bisa jadi sangat berarti bagi orang lain.
Saya menelusuri internet untuk menggali lebih dalam mengenai Bunda Teresa, dan saya mendapatkan sebuah cerita yang sangat berkesan sewaktu empat belas profesor dari beberapa universitas di Amerika Serikat berkunjung ke home for the dying, rumah bagi orang-orang sekarat di Calcutta yang dikelola Bunda Teresa. Para cerdik pandai tersebut kagum dengan pengabdian beliau dan berkata, “Bunda, berikanlah sesuatu yang bisa selalu kami ingat dalam hidup” jawab Bunda Teresa, “Tersenyumlah selalu pada sesama.”
In this life we cannot do GREAT things. We can only do small thing with GREAT love. Terkadang saya putus asa karena tidak bisa melakukan hal-hal besar dalam hidup saya, tetapi kalimat di atas sungguh menyejukkan hati. Tidak perlu hal-hal besar, tetapi hal-hal kecil yang kita lakukan dengan sepenuh hati, akan memberikan dampak yang besar. Bible mengajarkan, apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Melakukan untuk Tuhan berarti melakukan dengan segenap hati dan kemampuan kita. Tidak mudah memang, tetapi bukan berarti tidak bisa. Pertanyaannya, maukah kita?


Friday, February 24, 2012

Miss My Homeland!

 
            Miss my homeland! Ini sudah kesekian kalinya saya menulis status tersebut di bbm, dan beberapa orang teman segera meresponnya,   “Kangen Solo yah?”  “Kapan pulang?”  “Ambil cuti saja, kuliner di sana.. ” . Saya tersenyum membacanya. Solo, the spirit of Java, itu slogan yang tercetak di kaos-kaos maupun souvenir yang dijual di Pasar Klewer, kampung batik, maupun PGS (Pusat Grosir Solo), dan saya termasuk orang yang sangat menyukainya. Tidak heran saya memiliki beberapa kaos yang “berbau” slogan tersebut, benar-benar mencerminkan jiwa sebagai pecinta tanah kelahiran.
Miss my homeland! Sebenarnya lebih daripada saya merindukan kota kelahiran dengan segala pernak-perniknya seperti keramahan penduduk, budaya, kuliner, batik, dan semua yang ada di sana. Saya bukanlah orang yang sangat narsis, mengagungkan kota kelahiran, meskipun ada kebanggaan menjadi “wong Solo”. Ketika saya menulis status itu, yang ada di benak saya adalah kehangatan sebuah keluarga dan ikatan emosional dengan orang-orang yang pernah ada dalam sejarah kehidupan saya. Teman-teman kampung semasa kecil, teman gereja, sekolah, sampai kuliah. Saya ingat dengan jelas ketika malam hari dan bulan purnama, saya berkumpul dengan tetangga hanya untuk bermain-main atau bernyanyi bersama. Atau ketika libur tiba saya disibukkan dengan beragam permainan seru seperti petak umpet, memanjat pohon, bermain monopoli, kelereng, bahkan sampai layang-layang. Ketika beranjak remaja, kami hanya kongkow-kongkow, bersenandung, dan bermain gitar. Hal yang sangat menyenangkan adalah ketika tujuh belasan tiba, kami sibuk berlatih tari, drama, ataupun vocal grup untuk memeriahkan panggung perayaan kemerdekaan. Semua menyenangkan. Lain lagi dengan teman-teman gereja, dimana saya juga aktif di dalamnya. Retreat, kegiatan remaja, pemuda, bible camp, menjadi makanan saya dan meninggalkan jejak manis di hati yang tidak pernah hilang. Sampai sekarang kalau saya pulang Solo dan pergi  ke gereja, saya begitu bahagia bertemu dengan teman-teman lama. Yang terkadang mengejutkan, murid-murid sekolah minggu yang dulu masih kecil, sekarang sudah menikah bahkan memiliki anak balita. Hfff….luar biasa, waktu berjalan begitu cepat. Saya merasa mereka begitu cepat dewasa, atau memang saya yang sudah menjadi tua? Hehehe…
Kenangan masa sekolah, dari SD sampai SMU juga menyimpan beragam cerita. Saya masih ingat rasanya berpanas-panas naik sepeda semasa SMU dan memakai penutup kepala ala topi Jepang yang saat itu begitu terkenal. Atau ketika saya menjadi petugas pembaca undang-undang bahkan pemimpin upacara. Tidak ketinggalan kenangan masa remaja seperti melompat keluar dari jendela ketika ada jam kosong karena pintu kelas terkunci. Banyak hal mengesankan sekaligus menggelikan, dan semua itu mengisi sebagian dari kehidupan saya.
Miss my homeland! Bukan hanya merindukan kotanya, tetapi lebih dari itu saya merindukan ikatan emosional yang ada di sana. Sayangnya setiap kali saya pulang, saya sudah jarang bertemu dengan teman-teman lama karena sudah disibukkan dengan keluarga masing-masing. Meskipun demikian, satu hal yang selalu membuat saya ingin kembali adalah kerinduan pada keluarga, kakak dan keponakan, serta kenangan akan mendiang orang tua. Asesoris kota seperti kuliner, budaya, batik, hanyalah tempelan yang membawa saya ke sana.
Ketika saya menulis status tersebut, saya menyadari bahwa setiap perjalanan kehidupan memiliki beberapa bagian dimana saya harus berperan. Keluarga, kampung, gereja, sekolah, kampus. Tempat-tempat tersebut adalah ladang yang menyemai saya menjadi seperti sekarang. Diibaratkan benih, saya ditabur, dibajak, disirami, disiangi, dan dipupuk di tempat-tempat tersebut yang membuat saya memiliki ikatan dimana saya ingin kembali pulang. Bukan untuk menikmati segala yang ada di kota tersebut, tetapi lebih kepada keinginan untuk merasakan kehangatan yang pernah saya rasakan dulu. Kalaupun keluarga sudah terpencar, orang tua sudah tidak ada, tetapi kembali pulang seakan membawa saya ke suasana dimana saya begitu nyaman dan aman, meneguhkan hati bahwa saya memiliki orang-orang yang mencintai dan saya cintai, membuat saya berpikir ulang tentang makna sebuah keluarga dan betapa kita berbahagia masih memilikinya.
Hari ini seorang teman kantor membagikan cerita mengenai arti sebuah keluarga. Family, dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai F(Father) and M(Mother), I, L (Love), Y(You).  Bayangkan seandainya kita tiada, maka perusahaan tempat kita bekerja akan begitu mudah mencari penggantinya dalam hitungan hari atau minggu. Tetapi ketika kita tiada, maka keluarga yang kita tinggalkan tidak akan bisa lagi mencari gantinya. Kita akan tinggal dan diam dalam hati mereka, mengisi hari-hari yang akan dilalui sampai kapanpun. Yah, betapa keluarga menjadi sebuah harta yang tidak ternilai harganya ( Ita, thanks buat sharingnya!)
Maka kalau hari ini saya kembali menulis status itu, sebenarnya saya sedang merindukan sebuah tempat yang nyaman dalam pelukan orang-orang yang saya sayangi dan menyayangi saya. Orang-orang yang menerima saya apa adanya, bangga dengan saya, dan menjadikan saya sebagai orang yang istimewa, apapun diri saya. Kehangatan yang membuat saya ingin selalu pulang ke rumah dan menyirami kebun hati saya dengan luapan cinta yang tidak pernah padam.
Miss my homeland, bukan sekedar merindukan kota Solo dengan segala yang ada di sana, tetapi lebih kepada kerinduan jiwa untuk bertemu dengan orang-orang yang ada di hati  saya, yang membuat saya terus menyimpan harapan. Kerinduan akan orang tua yang sudah meninggalkan saya, tetapi spiritnya masih saya simpan sampai sekarang.
Sore ini sebelum pulang kantor saya termenung dan melihat kalender 2012 hari demi hari. Baru 2 bulan berjalan, kalender tersebut sudah penuh dengan coretan kegiatan yang harus saya jalani untuk mencapai target kerja di tahun ini. Begitupun bulan ketiga dan selanjutnya. Pekerjaan, kehidupan pribadi, telah menyita waktu saya untuk sejenak menoleh dan membuka bagian kehidupan saya yang lain, my homeland. Seringkali pulang ke sana mampu menyegarkan hati saya dari kepenatan yang saya rasakan. Bagi saya, my homeland berarti balik kampung, tempat dimana saya merasa nyaman dan memiliki sebuah keluarga. Bisa jadi hal ini berbeda untuk anda karena setiap orang memiliki homeland mereka masing-masing, tempat dimana kita diterima apa adanya.
Saya menghitung hari, membolak balik penanggalan, dan memutuskan bahwa miss my homeland  berarti mengambil cuti dan bersiap mencari tiket penerbangan. Memang hanya kunjungan sesaat, tetapi mencerahkan saya kembali akan arti sebuah ikatan keluarga. Yes, back to Solo is my homeland….bagaimana dengan Anda?