Friday, December 3, 2010

Kekuatan Pujian - the power of words

Kata-kata yang penuh semangat dan keluar dari hati yang tulus laksana api yang membakar kertas-kertas kering.  Wah, tumben nih saya agak puitis dalam merangkai kata, padahal biasanya kalimat-kalimat saya apa adanya, bahkan terkesan norak. Tapi sungguh, hari ini saya sangat terinspirasi dengan komentar-komentar teman yang memberi warna “catatan” saya. Belum lagi dengan gambar jempol yang mengisyaratkan bahwa orang tersebut menyukai apa yang saya tulis. Sejujurnya, saya sangat terberkati dengan itu semua (dan rodo Ge Er! Hihihihi).  Padahal komentar yang masuk bukan puluhan atau ratusan, masih dalam taraf belasan, atau bahkan masih bisa dinyanyikan sebagai tangga nada dari do sampai do lagi. Meskipun begitu komentar yang ada sangat menyejukkan hati, dan memberi semangat saya untuk terus berlatih menulis dan menuangkan apa yang ada di pikiran saya. Meskipun dalam hati bertanya-tanya kenapa komentar yang masuk sangat sedikit, padahal yang terdaftar sebagai teman saya ada 600-an lebih. Mestinya lebih banyak dunk! Hahaha, itu artinya narsis saya sudah mulai kambuh, dan swear, jangan ditiru, karena hanya akan menambah jumlah orang narsis di dunia ini. Dari dulu saya meyakini bahwa kata-kata positif memberikan dampak luar biasa pada seseorang. Setiap orang suka dipuji, apalagi pujian tulus yang memang benar-benar keluar dari hati nurani. Tentu saja bukan model ABS = Asal Bapak Senang, istilah yang dulu pernah sangat populer itu. Nah kalau yang model begini saya tidak bisa berkomentar, karena ucapannya pasti sudah dipoles sana-sini, bahasa jawanya dilabur, ditutupi dengan make up tebal sampai wajah aslinya tidak jelas lagi. Salah satu komentar yang masuk pada catatan saya berbunyi seperti ini: “Dear Rum, sejak pertama kali jadi temenmu di SDK Manahan n lanjut di SMP 1, I always knew that you’ll be a great person someday.. dan ternyata pas ketemu lagi di FB dugaanku nggak salah.. you’re a great and wonderful person.. btw kapan-kapan reunian yuk, big hug!”   Luar biasa komentar temen saya semasa SD dan SMP ini.  Rasanya masa itu sudah puluhan tahun lewat, tapi ternyata kalimat yang sangat membangkitkan semangat ini mampu membuat saya mengingat masa-masa itu dan menyadari bahwa saya memiliki seorang teman yang sangat positif dan bersuka cita untuk orang lain (Padahal kalau benar-benar nanti ketemu saya mungkin dia akan menyesal mengucapkan kata-kata itu, karena sudah memicu potensi narsis yang ada di dalam diri saya. Hahaha!)  Thanks Nina, komentarmu memacu adrenalin saya untuk terus berlatih menulis dan mengucap syukur untuk talenta  yang Tuhan berikan kepada saya. Lain lagi dengan komentar seorang teman seperti ini, “Kutunggu catatan beikutnya..nyandu nih!” Hehehe, Kurnia, makasih ya. Komentarmu sungguh ringan tapi menyejukkan hati dan membuat saya semakin termotivasi. Sekali lagi, kata-kata positif yang keluar dari hati yang tulus memiliki dampak luar biasa bagi orang yang kita tuju. Mungkin kita berpikir bahwa itu sangat sepele dan menganggapnya biasa saja, tetapi tidak bagi orang yang menerimanya. Atau komentar-komentar singkat seperti “very motivated”, “very inspiring”.  Thanks a lot!  Itu semua seperti bola salju yang menggelinding, semakin lama semakin besar menghantam bawah sadar saya sampai pada pemahaman bahwa ternyata saya bisa!  Kata-kata tersebut seperti membakar impian saya menjadi seorang inspirator. Jujur, saya sangat berharap bahwa anda juga merasakan hal yang sama.
Beberapa hari yang lalu saya chatting dengan seorang teman seperti ini:
“Lagi ngapain mbul? Bikin tulisan?” tanyanya. Oh ya, kadang-kadang kita menyapa dengan sebutan mbul, nggak tahu tuh artinya apa, tetapi itu istilah yang populer di Solo sana.
“Nggak, masak bikin catatan terus, ntar pada bosen.” jawab saya (untuk informasi saja, ini adalah salah satu trik saya merendahkan diri meninggikan mutu. Jadi awas, jangan terjebak!)
Teman saya langsung membalas:
“Nggak lah, topiknya kan beda”
“Iya, tapi gayanya kan sama.”
“Loh, iyalah, gayamu. Masak pakai gaya orang lain.”
“Hehehe...betul betul betul. Eh, thanks yah sudah baca tulisanku. Seneng aja, ternyata ada yang suka catatan-catatan yang gue tulis.” kata saya.
“Woa.....mulai deh narsisnya kumat. Huh, narsis ” balasnya.
“Nggak lah. Maksud gue, seneng aja ada yang suka. Berarti ada manfaat untuk orang lain”
“Yup...iya deh, gue suka kok.”
Itu penggalan pembicaraan kami. Sederhana, tapi sangat membangkitkan semangat. Sekali lagi saya menyadari bahwa kata-kata memiliki kekuatan, bisa sangat membangun, tapi bisa juga sebaliknya. Saya teringat dengan kejadian ketika saya masih remaja belasan tahun. Saat itu kegiatan yang saya ikuti diantaranya persekutuan remaja gereja. Seminggu sekali kami mengadakan pemahaman Alkitab yang dilakukan bergilir di rumah-rumah anggota. Selain mempererat persahabatan, kami semakin mengenal satu sama lain. Waktu itu saya punya beberapa teman baik, salah satunya sebut saja Eri, yang memiliki rambut panjang tetapi giginya sedikit “tutik”, istilah dari “metu sitik”. Tapi sitik alias sedikit loh ya...  Nah karena teman baik, maka ketika acara pemahaman Alkitab didakan di rumah saya, Eri turut membantu perisapannya dan beres-beres ruang tamu ketika bubaran acara. Ketika Eri sedang ada di ruang tamu dan saya ke dapur, tiba-tiba kakak saya teriak kencang sekali dengan bahasa Jawa, “Rum, koncomu sing rambute dowo wis mulih?”  “Durung..” teriak saya. Eh, tidak disangka tiba-tiba Eri sudah ada di dapur dan menyahut , ”Dereng mbak...nanging niki bade mulih, pun rampung..” , yang artinya “Belum mbak, tapi ini sudah mau pulang.” Waduh, alangkah malunya kakak saya. Apalagi ketika Eri sudah pulang, dia cerita kalau sebenarnya mau berteriak, “Rum, koncomu sing untune “tutik” wis mulih?”  artinya “Rum, temanmu yang giginya keluar sedikit sudah pulang?” Waks, astaganaga! Saya membayangkan seandainya itu yang diucapkan kakak, pasti akan sangat menyakitkan bagi Eri. Apalagi kita tidak menyangka bahwa tiba-tiba dia juga sudah ada di dapur, dan mungkin saja akan mendengar dengan jelas. Tetapi saya sangat yakin, kalau kakak salah ngomong, temen saya tadi pasti akan terluka dan memiliki akar pahit terhadap saya dan kakak yang mungkin saja terus terbawa sampai sekarang.  Bayangkan, meskipun kejadiannya sudah lama lewat, tetapi saya dan kakak masih mengingat dengan jelas kejadian tersebut. Sehingga sekarangpun kalau kami ketemu Eri di gereja kami berdua masih tertawa ngakak mengingat kejadian dulu. Sungguh, apabila saat itu kakak saya kebablasan ngomong bisa jadi persahabatan kami tidak akan seerat sekarang.  (Buat Eri, kalau mungkin merasa dan membaca tulisan ini, please forgive us...). Beberapa kejadian tersebut mengingatkan saya bahwa dengan kata-kata kita bisa memuji orang tetapi bisa juga melukai. Kata-kata bisa menabur perdamaian tetapi sebaliknya menabur kebencian. Tetapi belajar dari pengalaman, saya sungguh ingin menjadikan kata-kata saya bermanfaat bagi orang lain. Terinspirasi kata-kata pembangkit semangat dari teman, saya menyadari bahwa kata-kata memiliki peranan penting dalam diri seseorang. Kata-kata yang membangun mampu membangkitkan motivasi dan potensi seseorang, tetpai kata-kata yang menjatuhkan bisa memadamkan hidup seseorang. Seorang bijak pernah mengatakan bahwa lidah, yang mengeluarkan kata-kata, meskipun kecil dapat memegahkan perkara-perkara besar. Seperti api yang kecil, tetapi dapat membakar hutan. Seperti ungkapan saya di awal catatan ini,  kata-kata yang penuh semangat dan keluar dari hati yang tulus laksana api yang membakar kertas-kertas kering. Alangkah damainya sekitar kita, kalau kita mulai untuk mengucapkan kata-kata pembawa kesejukan. Sungguh, saya memilih untuk menjadi api yang membakar seseorang untuk menggali potensi dan menabur berkat, bagaimana dengan anda?

16.10.2010

No comments:

Post a Comment