Friday, December 3, 2010

One precious moment in my childhood

Pagi ini saya berlatih gitar dengan lirik seperti ini......

Tak ku tahu kan hari esok,
mungkin langit kan gelap
tapi Dia yang berkasihan
melindungiku tetap
meski susah perjalanan
glombang dunia menderu
dipimpinNya ku bertahan
sampai akhir langkahku
banyak hal tak kufahami
dalam masa menjelang
tapi trang bagiku ini
Tangan Tuhan yang pegang.....

Lagu ini membawa saya ke masa kanak-kanak di tahun 80-an. Waktu itu saya berpikir, seperti apa saya di usia 30. Ada rasa ngeri dan sensasi aneh ketika membayangkannya. Tapi ternyata saat ini saya bahkan sudah melewati usia “kritis” itu dan semuanya baik-baik saja! Mungkin waktu itu imajinasi saja  terlalu advance. Hahaha!
Saya melewatkan masa kanak-kanak di Manahan, Solo, yang terkenal dengan Stadion Manahan. Banyak hal menyenangkan yang membangkitkan kenangan saya di kampung ini. Sebagai bungsu dari 7 bersaudara, posisi saya sangat strategis karena memiliki 6 kakak. Berarti saya akan mendapat banyak limpahan dari mereka kalau nanti mereka sudah bekerja J!  Konon menurut cerita saya lahir di rumah, tepatnya di ruang tamu karena Ibu tidak sempat dibawa ke rumah sakit dan sudah keburu melahirkan. Jadilah saya lahir dengan pertolongan dukun tanpa diukur berat dan panjang. Jadi sudah kebayang betapa saya ini sangat tidak sabaran sejak masih dalam kandungan. Buktinya waktu mau lahir pun saya ingin cepat lahir ke dunia dan tidak sabar menunggu dibawa ke Rumah sakit! Serunya lagi, ternyata sebenarnya saat itu ibu saya sudah ikut KB karena tidak berharap mempunyai anak lagi. Maklum, dengan 6 anak dan penghasilan pas-pasan sudah terlalu berat untuk membiayai mereka. Tapi ternyata saya tetap lahir. Jadi bisa dibilang saya adalah produk KB yang gagal dan punya semangat juang tinggi, serta sangat disayangkan kalau tidak dilahirkan J!  Hal pertama yang dilihat ayah ketika saya lahir adalah apakah spiral yang dipakai ibu menancap di tubuh saya atau tidak. Itu adalah ketakutan mereka, tapi ternyata Puji Tuhan, semua baik-baik saja. Wow luar biasa, kejadianku dahsyat dan ajaib!
Masa kanak-kanak saya lewati dengan beragam cerita seru. Salah satu yang masih terus membekas di hati saya adalah ketika saya “nyemplung” di parit demi sebuah celana bluejeans!  Ceritanya saat itu saya ingin sekali punya celana blue jeans atau celana biru merek Levis (Levis-levisan atau lepis J) yang menurut saya sangat keren kalau dipakai. Seperti kanak-kanak pada umumnya, saya merengek ke ibu minta dibelikan. Tetapi karena saat itu mungkin tidak ada uang, permintaan saya tidak dipenuhi. Sebagai seorang anak yang dilahirkan dengan darah perjuangan (terbukti tetap lahir meskipun sudah dihalangi KB) saya pantang menyerah. Ketika rengekan tidak berhasil, maka saya mengambil jalur yang saat ini sering dipakai yaitu unjuk rasa atau demonstrasi (soalnya jalur diplomasi susah,sering tidak berhasil). Tidak tanggung-tanggung, saya langsung menyeburkan diri di parit di samping rumah sambil menangis keras agar semua tetangga mendengar. Oh ya, rumah saya sangat berdekatan dengan rumah tetangga yang lain, jadi praktis dengan suara saya yang dolby-stereo, semua orang bisa mendengar jeritan hati saya. Tangisan saya akan semakin kencang kalau ada tetangga yang lewat, tapi akan menurun kalau sepi orang. Maklum, saya harus mengatur strategi dengan mengatur nafas dan tenaga karena perjuangan masih panjang. Jadilah dari pagi sampai sore saya nyemplung di parit itu. Tidak minum, tidak makan, persis demonstran. Hebatnya ibu dan ayah tidak bergeming. Menurut cerita, sebenarnya ibu sudah tidak tega, tetapi ayah melarang beliau mengabulkan permintaan saya karena tidak mau saya jadi manja dan memaksakan kehendak kalau minta apa-apa. Dan akhirnya dengan perasaan marah dan kecewa saya terus menangis karena tidak diperhatikan. Mungkin karena jengkel, ayah kemudian menarik saya keluar dari parit dan memukul punggung saya dengan kayu sampai patah. Ibu segera berlari dan menahan ayah. Saya justru berhenti menangis, tetapi tidak merasakan sakit. Saya terdiam, dan tidak berapa lama gantian ayah saya yang menangis dan minta maaf untuk pukulan yang beliau lakukan.  Sebagai kanak-kanak, saya bengong dengan permintaan maaf tersebut. Tapi saat ini,....ah, of course I forgive you father..justru saya sangat menyesal dengan kelakuan saya saat itu, meskipun campur geli kalau mengingatnya  Setahu saya, baru saat itu ayah saya memukul anaknya, karena belum pernah sekalipun beliau melakukannya terhadap kakak-kakak saya. Berarti saya sudah sangat keterlaluan sampai ayah kehilangan kesabaran. Akhir cerita, celana lepis yang saya idam-idamkan tetap tidak saya dapatkan dari ibu dan ayah. Tetapi sekali lagi sebagai bungsu dari 7 bersaudara, posisi saya sangat strategis. Sehingga beberapa hari kemudian, kakak laki-laki mengajak saya ke pasar klewer dan membelikan sebuah celana lepis. Saya tidak tahu darimana dia mendapat uang, tetapi setahu saya saat itu kakak mendapatkan beasiswa dari sekolahnya.  Mungkin dia ambilkan dari uang tersebut. Yang terpenting, saya sangat bersuka cita karena impian saya terpenuhi meskipun tertunda beberapa hari. Dan sekarang semua cerita itu sudah lewat. Tetapi saya belajar memahami, mengerti, dan ikhlas bahwa tidak semua yang saya inginkan menjadi kenyataan, sama seperti kisah celana lepis. Masih untung saat itu permintaan saya tetap terpenuhi  oleh kakak saya. Tetapi tidak selalu begitu kan? Saya membayangkan sedang merengek-rengek ke Tuhan meminta sesuatu. Doa saya penuh dengan permintaan keinginan saya. Saya percaya Tuhan mendengarnya, tetapi saya merasa seperti kanak-kanak yang terus merengek meminta sesuatu untuk memuaskan diri saya.  Saya hanya takut suatu saat Tuhan habis kesabaran dan memukul saya seperti yang ayah saya lakukan untuk membuat saya sadar (perhaps?). Dia tidak selalu mengabulkan doa seperti yang saya inginkan, tetapi Dia menjawab doa-doa saya dengan cara lain untuk memenuhi kebutuhan saya. 30 tahun lebih telah lewat, dan saya ada sebagaimana saya sekarang.  Ada saat-saat dimana saya terperosok dalam dan mencari pegangan agar tetap bisa melanjutkan kehidupan, dan Dia selalu ada memberi pertolongan. Melewati masa-masa suram, tetapi muncul pelangi setelah itu, sehingga saya terus mampu melanjutkan perjalanan dan menyanyikan ulang petikan lagu tadi...
Tak ku tahu kan hari esok,
mungkin langit kan gelap
tapi Dia yang berkasihan
melindungiku tetap

One precious moment in my childhood teach me much how to live today....

 09.09.2010

No comments:

Post a Comment