Superhero. Saya begitu mengagumi tokoh jagoan komik tersebut dari masa kanak-kanak sampai sekarang. Mulai dari Superman, Batman, Spiderman, Captaint America, sampai pahlawan lokal seperti Gundala Putra Petir. Selalu ada rasa bangga dan kebahagiaan ketika para superhero berhasil menghancurkan musuh dan mengembalikan kedamaian dunia. Saat masih kanak-kanak, saya berpikir itu adalah khayalan masa kecil karena kebutuhan akan idola, tetapi ketika usia saya menjelang 40 dan masih tetap menyukainya, saya mulai berpikir ulang. Jangan-jangan karena masa kecil kurang bahagia. Atau lebih parah lagi, pendewasaan diri saya memang terlambat. Wah, ngeri sekali kalau alasannya yang terakhir. Can’t watch deh! Hehehe.
Sebenarnya saya tidak perlu terlalu cemas, karena ternyata banyak usia sebaya yang juga suka dengan superhero. Paling tidak itu yang saya dapatkan ketika menonton The Avengers minggu lalu. Bukan cuma remaja atau anak-anak, tetapi juga ibu-ibu dan bapak-bapak. Pantas saja, film ini menjadi box office dunia selama satu pekan pertama pemutarannya dan memecahkan rekor Harry Potter and The Deathly Hallows Part 2 yang bertahan sejak Juli 2011. The Avengers mampu meraup 200,3 juta dollar AS, dan menjadi raja baru sebagai film terlaris dalam pemutaran pekan perdana sepanjang masa, mengalahkan Harry Potter, The Dark Knight, Spiderman, dan Twilight Saga (Kompas.com).
Pertanyaan saya, mengapa orang suka menonton superhero, sehingga film-film tentang jagoan rata-rata menjadi box office? Padahal ceritanya sangat biasa dan begitu-begitu saja. Patronnya adalah hitam melawan putih, kejahatan melawan kebenaran. Sang jagoan sebagai pembela kebenaran akan bertempur dengan penjahat yang merusak masyarakat dan mengganggu keamanan. Dia awal cerita, si penjahat tampak tangguh bukan kepalang, sakti mandraguna. Akibatnya dalam pertemuan awal sang jagoan selalu kalah. Lalu cerita berlanjut, sang jagoan menemukan kembali kekuatannya, bertempur lagi dan menang. Terkadang ditambahkan bumbu percintaan antara sang jagoan (yang juga manusia biasa) dengan wanita cantik pujaan hatinya agar terasa lebih manusiawi. Lalu cerita berakhir happy ending, dan penonton keluar dari gedung bioskop dengan tertawa lebar.
Ketika saya bertanya kepada diri sendiri, kenapa menyukai superhero, saya mendapatkan jawaban bahwa ternyata saya merasa ingin menjadi seperti mereka. Hebat, pembela kebenaran, pantang menyerah, menolong orang yang membutuhkan, penuh belas kasihan. Permulaannya gagal, tetapi hasil akhirnya pasti menang. Benar-benar sesuai pakem yang menyatakan bahwa kebenaran pada akhirnya selalu menang terhadap kejahatan. Keinginan untuk menjadi seperti superhero itu tentu berada di alam bawah sadar saya. Tetapi bukankah alam bawah sadar itu yang justru memunculkan apa yang sebenarnya saya pikirkan. Keinginan menjadi orang hebat, membantu orang lain, berguna bagi sesama. Saya tidak tahu persis apa alasan orang-orang menonton dan menyukai superhero, tetapi mungkin salah satu alasannya adalah seperti yang saya sebutkan. Bisa saja mereka memiliki pendapat yang lain, saya tidak tahu pasti. Mungkin saja mereka suka dengan adegan pertempuran yang dahsyat dan berteknologi tinggi, seperti yang ditunjukkan di dalam film The Avengers.
Kalau saya coba telusuri dan renungkan, pada dasarnya di dalam diri manusia ada keinginan menjadi seorang hero. Selalu ada benih kepahlawanan dan kebaikan dalam diri setiap manusia. Ini bisa dipahami karena manusia diciptakan baik adanya. Cobalah bertanya kepada seorang Bapak, apa yang mereka inginkan. Tentu mereka berharap menjadi Bapak yang baik bagi anak-anaknya, bertanggung jawab, bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan menjadi suami yang baik bagi istrinya, penyayang dan setia. Tetapi di dalam perjalanan waktu, seringkali benih itu terkoyak dan tersapu oleh pengaruh sekitar sehingga memudar dan tidak bertumbuh.
Benih superhero ada dalam sikap dan perilaku yang pantang mernyerah, penuh semnagat, berjuang habis-habisan, tidak takut dengan penderitaan atau rintangan yang menghadang, serta keinginan untuk menolong orang lain. Sama seperti ketika para jagoan The Avengers berperang melawan keangkaramurkaan Loki dan pasukannya yang ingin menaklukkan bumi. Pertempuran gagah berani ditunjukkan dengan tujuan mengalahkan musuh dan menyelamatkan dunia. Meskipun berpeluh dan terluka, mereka pantang menyerah dan terus berusaha mengatasi hambatan yang menghadang.
Saya percaya, sebenarnya setiap orang diperlengkapi dengan benih survival di dalam hatinya, agar mampu bertahan hidup di dunia yang penuh tantangan ini. Memang tidak semua orang menjadi setangguh superhero, karena ada yang kemudian lembek dan rapuh. Bukan berarti mereka tidak mampu, hanya belum bisa mengoptimalkan benteng pertahanan di dalam dirinya, atau justru tidak ada kemauan untuk bangun dan berjuang, pasrah pada nasib dan menyalahkan keadaan. Tentu kita tidak berharap menjadi orang-orang seperti itu. Saya percaya, tentu kita ingin menjadi seperti superhero yang tegar menghadapi kesulitan. Memang, superhero hanya ada di komik, tidak ada di dunia nyata, tetapi saya percaya benih dasar seorang jagoan ada di dalam setiap manusia. Kalau tidak, tidak mungkin saya membaca ada begitu banyak orang-orang hebat yang terlahir di dunia ini. Seperti Nick Vujicic yang terlahir tanpa lengan dan kaki, tetapi justru menjadi motivator dunia. Atau Hee Ah Lee, pianis cacat asal Korea yang hanya memiliki 4 jari di kedua tangannya, tetapi sangat luar biasa. Lance Amstrong, pembalap sepeda yang terkena kanker tetapi terus survive dan menjuarai Tour de France berkali-kali. Atau seorang ibu penjual sayur mayur di pasar, yang anak-anaknya berhasil lulus sebagai sarjana. Penyapu jalanan, yang pantang menyerah dan terus berjuang untuk kehidupannya. Merekalah superhero di dunia nyata....
Lalu kenapa jiwa sedahsyat itu bisa pudar di beberapa orang? Karena tidak tahan sakit dan menderita. Ketika hambatan muncul yang keluar adalah keluhan, omelan, keputusasaan. Kalau itu terjadi bertahun-tahun, benih pahlawan yang ditabur itu lama-lama akan sirna. Benih itu akan muncul, bangkit kembali, kalau kita mau memaksa diri melawan tantangan yang ada dan tegar menghadapi masalah. Sejujurnya, itulah saya. Saya sungguh ingin memiliki jiwa superhero, tetapi pada kenyataannya saya gampang menyerah dan putus asa. Lebih sering mengeluh, menyalahkan diri sendiri dan keadaan, lalu meratapi kegagalan. Saya bukanlah orang yang tegar, dan mampu berjalan dengan kepala tegak dengan keteguhan hati. Sungguh, saya harus belajar banyak dan memaksa diri untuk terus bergerak dan melangkah, tanpa terjebak di dalam ratapan yang berkepanjangan dan tidak menghasilkan apa-apa. Hanya keletihan dan kesunyian.
Film The Avengers bagi saya biasa-biasa saja, tetapi ada satu perenungan yang saya dapatkan, bahwa di dalam diri manusia selalu ada benih kedahsyatan, kemauan dan keberanian untuk berjuang sekuat tenaga menghadapi tantangan hidup dan keinginan untuk berbagi, menjadi berarti bagi orang lain. Kalah, terseok-seok, jatuh, bangkit, berjuang, dan menang. Memang tidak sesederhana itu, tetapi semestinya kita bisa. Mendadak terngiang lagu Hero dari Mariah Carey di telinga saya.....
There’s a hero, if you look inside your heart
You dont have to be afraid of what you are
There’s an answer, when you reach into your soul
And the sorrow that you know
Will melt away
Reff:
And then a hero comes along
With the strength to carry on
And you cast your fear inside
And you know you can survive
So when you feel like hope is gone
Look inside you and be strong
And you’ll finally see the truth
That a hero lies in you
Yes, a hero lies in you...give thanks to The Lord that given such a hero soul inside us... Kita memiliki benih-benih itu, yang ditabur dan harus disemai untuk menjadi energi bagi diri sendiri dan orang lain. Pertanyaannya, maukah kita....?
No comments:
Post a Comment