Thursday, May 24, 2012

Mabuk Laut


 
Mabuk laut. Baru kali ini saya benar-benar merasakan diguncang-guncang ombak ketika naik kapal laut pada perjalanan pulang dari Pulau Pramuka ke Jakarta. Sebenarnya tidak menyangka juga, karena pada keberangkatan sehari sebelumnya saya dan teman-teman bisa bebas duduk dan berdiri di dek kapal, menikmati kesempatan menyeberangi Laut Jawa tanpa merasa mual dan muntah. Tapi perjalanan pulang keesokan harinya  membuyarkan semua kenyamanan itu.  Bahkan karena begitu dahsyatnya serangan mabuk laut, seorang teman berjanji berulang kali tidak akan naik kapal laut  lagi. Saya cuma bisa menyeringai, karena masih membayangkan perasaan yang sangat tidak enak di kapal. Selama 3 jam saya harus tidur miring dan memejamkan mata demi menghindari serangan pusing mirip vertigo yang langsung merangsang keseimbangan tubuh dan memaksa lambung bergejolak sampai kerongkongan. Jujur, sayapun sudah tidak tahan, dan sepanjang perjalanan terus berdoa agar segera sampai ke daratan. Seorang teman yang iseng berkali-kali bilang, mendingan mabuk cinta, daripada mabuk laut. Haduh....ada-ada saja....tidak semuanya deh, namanya mabuk pasti tidak enak.
Ketika membayangkan lagi kejadian tersebut, saya menggeleng-gelengkan kepala, tidak mau terulang lagi dan dengan sadar mengakui kedahsyatan kekuatan laut. Sejak kapal mulai bergerak, jalannya mulai tidak lurus dan bergoyang ke kanan ke kiri. Persis seperti naik kora-kora di Dufan,  diayun-ayun sampai mabuk.  Dalam kondisi seperti itu, jangankan duduk, tidur telentang pun tidak sanggup. Badan lemas tanpa tenaga (padahal habis makan siang cukup banyak dan sangat nikmat. Haduh....).  Niat hati ingin menolong orang lain, tetapi ternyata menolong diri sendiri pun saya tidak mampu. Berkali-kali saya bergumam, I love daratan, sebagai ganti status BB saya yang sok bombastis, I love the sea and its beauty. Boro-boro its beauty, membuka mata saja saya tidak sanggup. Sejenak saya teringat pengumuman di pesawat terbang ketika mau take off, dan pramugari menyampaikan beberapa peraturan penerbangan yang diantaranya berbunyi, “Ketika tekanan oksigen dalam kabin turun, masker oksigen akan keluar dari tempatnya. Pakai masker anda terlebih dahulu, sebelum menolong orang lain.” Yup, dalam kondisi lemah berbaring saya sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Kita tidak bisa menolong orang lain kalau menolong diri sendiri saja tidak sanggup. Itu pelajaran pertama yang saya dapat...
Pelajaran kedua adalah bahwa saya ternyata begitu lemah ketika dihadapkan dengan kekuatan alam. Itu baru ombak laut Jawa, tetapi cukup membuat saya tidak berdaya selama 3 jam yang terasa begitu lama. Padahal biasanya, 3 jam adalah waktu yang sangat singkat ketika saya menikmati tontonan film di bioskop atau pijet seluruh badan sambil rebahan. Hehehe.  Semuanya menjadi seperti kontradiksi. Alam menyediakan begitu banyak kekayaan dan keindahan untuk dimanfaatkan manusia. Itulah yang saya alami ketika berlibur ke Pulau Pramuka dan mengunjungi beberapa pulau lainnya seperti Semak Daun dan restoran Nusa Keramba yang terapung di atas laut. Takjub, kagum, dan terus menerus memuji keindahan ciptaan Tuhan. Saat snorkeling dan melihat keindahan taman di bawah air laut, menikmati hamparan karang berwarna warni dan ikan yang berlarian kian kemari, saya tidak henti-hentinya berdecak kagum. Itu baru snorkeling, bagaimana kalau diving. Waoo...pasti luar biasa.  Lalu ketika saya berdiri di tepi pantai, menyaksikan gradasi warna laut dari hijau, kebiruan, dan biru tua karena pantulan awan, saya kembali termangu-mangu menyaksikan kehebatan alam. Benar-benar indah... Negeri ini dikaruniai alam yang mengagumkan dan menawarkan keindahan bagi setiap orang. Teman saya berkali-kali mengambil  gambar dan terus menerus berujar,  “di sini saja begitu cantik, apalagi Bunaken, Raja Ampat, yang masih perawan. Ah....sungguh tidak terbayang...” Tetapi keindahan dan kecantikan itu sirna sesaat ketika saya harus menerima kenyataan pahit terguncang-guncang di lambung kapal. Alam yang sangat indah, ternyata menyimpan kekuatan yang sanggup membuat manusia seperti saya lemah tak berdaya. Sungguh, saya jadi merasa sangat kecil, seperti rumput yang sekarang ada, tetapi besok menjadi kering dan mati.
Pelajaran ketiga adalah saya tidak bisa berjalan sendiri dan membutuhkan orang lain untuk saling menolong. Dalam kondisi lemah dan ingin muntah, saya memerlukan kantong plastik untuk berjaga-jaga. Tetapi jangankan berdiri, duduk pun saya tidak sanggup, apalagi berjalan sebentar untuk mengambilnya di tas. Sekuat apapun saya berusaha, rasanya tidak mampu bangkit, karena begitu duduk, seluruh benda-benda di sekitar saya seakan berputar. Bersyukur seorang teman yang juga sama-sama terbaring lemah masih mampu menggerakkan tangannya untuk menyodorkan kantong plastik kepada saya, nyaris tanpa bicara. Saya belajar dari hal-hal kecil yang seakan tidak berharga, sebuah kantong plastik, yang sangat berarti bagi kondisi saya saat itu. Saya tertegun, terkadang saya begitu egois dan menganggap mampu untuk melakukan semuanya sendiri, tetapi sebenarnya sehebat apapun,  saya tetap membutuhkan orang lain. Dalam kondisi yang biasa-biasa saja mungkin itu tidak terlihat, tetapi ketika saya berada dalam kondisi yang tidak baik, saya menyadari betapa teman itu sungguh berharga.
Saya percaya anda memiliki banyak teman. Mereka ada di sekitar kita. Ada yang masuk di hati kita, lalu pergi meninggalkan jejak.  Ada yang diam sebentar kemudian menghilang. Ada yang masih terus ada di hati dan mewarnai hari-hari kita, baik di pekerjaan maupun kehidupan sehari-hari. Tetapi apapun itu, saya menyadari bahwa mereka sungguh berharga. Teman yang mengelilingi kita, merupakan sumber kekuatan dan motivasi yang terus mendorong kita untuk maju. Tentu ini adalah definisi dari teman yang benar-benar teman dan bukan hanya sekedar basa basi. Seperti di saat saya tidak berdaya, dan seorang teman mengulurkan kantong plastik. Di saat saya tidak mampu menolong diri sendiri, seorang teman memberikan bantuan, padahal kondisinya tidak lebih baik dari saya. Dalam kehidupan sehari-hari dimana kita merasa putus asa dan tidak  mampu memotivasi diri sendiri, kata-kata penghiburan atau pelukan seornag teman menjadi sangat berarti. Mungkin mereka hanya memberikan telinga untuk menjadi tempat sampah cerita kita, atau hanya memberikan sedikit waktu dari waktunya yang terbatas, tetapi keberadaannya membuat kita merasa berharga.
Perjalanan saya ke Pulau Pramuka bersama rekan-rekan kerja menyisakan banyak cerita seru. Dari keindahan laut dan isinya, sampai kisah tak terlupakan di perjalanan pulang. Dari memuji kebesaran ciptaanNya, sampai mabuk laut berkepanjangan. Meskipun demikian,  semua yang dialami menjadi hal yang sangat indah untuk dikenang.  Saya yang saat mabuk dan sesaat setelah sampai di darat berucap kapok untuk melintasi laut ternyata sekarang sudah berubah pikiran, dan kembali mendengungkan I love the sea and its beauty. Dalam bahasa yang rada kampungan, “mabuk laut, sengsara, tetapi nyandu...ingin kembali dan kembali lagi.”  Terkadang memang keindahan baru bisa dinikmati dan semakin bisa dinikmati setelah kita merasakan kesulitan dan ketidaknyamanan. Seperti indahnya laut, yang berbanding lurus dengan goncangan ombak yang memabukkan. Selamat menikmati laut dan berdecak karenanya.  Selamat menikmati keindahan hidup yang berbanding lurus dengan tantangan di dalamnya...

No comments:

Post a Comment