Friday, June 22, 2012

Sepuluh ribu saja!


Berapa harga barang bekas yang sudah tidak berfungsi? Tidak ada harganya, seberapapun banyaknya.  Namanya saja tidak berfungsi, bagaimana mau dihargai? Itulah yang saya rasakan ketika mengantongi uang Rp 10.000 hasil penjualan beberapa alat rumah tangga yang sudah rusak. Sebenarnya berniat membuangnya, tetapi ketika ada Abang-Abang,  pengumpul barang bekas lewat depan rumah, saya iseng memanggil dan bertanya harganya sampai tercipta transaksi yang menyesakkan hati.
Hari ini saya sengaja cuti untuk membereskan kamar dan harta karun yang saya miliki. Setelah peristiwa “sepuluh ribu” tadi, saya memandangi tumpukan barang-barang bekas lainnya yang sedang menunggu untuk dibuang (atau disimpan lagi?). Terkadang sayang juga membuangnya, meskipun tidak tahu kapan akan dipakai lagi.  Kalau sudah seperti itu, yang terjadi adalah tumpukan kardus yang tidak sedap dipandang dan mengundang nyamuk datang. Saya bertanya dalam hati kenapa dulu membeli barang-barang ini kalau kemudian akan dibuang. Meskipun dalam kondisi tertentu hal ini tidak bisa dihindari karena kebutuhan saya waktu itu pasti berbeda dengan sekarang. Beberapa barang sudah tidak dipakai, baik karena sudah uzur atau rusak karena lama tidak dipakai. Nah penyebab kedua ini yang membuat dada saya terasa sesak. Membeli barang, dipakai sebentar, lalu dianggurin sampai berbulan-bulan. Berdebu, dan  rusak.  Kebiasaan yang sangat buruk dan harus segera dirubah. Saya harus belajar banyak bagaimana merawat barang dan membeli sesuatu yang benar-benar saya butuhkan, bukan hanya keinginan sesaat lalu bosan.  Tanpa sengaja saya menoleh ke gitar akustik, gitar listrik dan power mixernya, printer, kamera, speaker, tape recorder, bahkan televisi yang jarang saya sentuh. Mungkin kalau bisa menjerit, mereka akan teriak dan protes karena dibiarkan saja. Saya tertegun, dan teringat “balada Rp 10.000”.  Tentu barang-barang yang saya sebut tadi tidak akan saya jual, karena sebenarnya saya bukan tipe orang yang suka jual beli barang. Jadi kalau sudah rusak paling banter saya buang, atau mencoba untuk menghibahkan ke keponakan untuk direparasi meskipun jarang ada yang mau. Ngasih kok sudah rusak, kenapa tidak yang masih baru? Hahaha…
Sepuluh ribu rupiah! Hampir tidak ada artinya. Untuk membeli nasi goreng di warung pun sangat pas-pas an dan hanya cukup ditemani dengan teh tawar hangat. Begitu murahnya, sampai saya terkejut sesaat dan hampir tidak percaya. Tetapi daripada dibuang dengan percuma, bukankah itu pilihannya. Barang bekas, menjadi rongsokan, dan berpindah ke tempat sampah. Orang yang membuangnya pun tidak akan pernah merasa kehilangan, seperti saya yang sama sekali tidak merasa terganggu dengan ketiadaan barang-barang tersebut. Saya jadi bertanya-tanya, apakah hidup saya seperti itu? Kalau saya tidak merawat kehidupan ini dengan baik, apakah akhirnya akan menjadi rongsokan dan tidak ada harganya lagi? Lebih parah lagi, orang-orang sekitar saya tidak akan merasa kehilangan , seperti saya tidak merasa kehilangan dengan barang-barang tersebut karena memang sudah tidak ada dampaknya bagi saya. Ngeri juga berpikir seperti itu. Tetapi saya segera tersadar bahwa hidup saya bukan barang, meskipun saya berusaha membuat persamaan. Hidup begitu berharga, dan itu semua karena anugrahNya. Seberapapun kacau diri saya, saya bernilai di mataNya. Tidak seperti barang bekas tadi yang kemudian menjadi sama sekali tidak bernilai. Saya belajar bahwa seandainya saya mengumpamakan kehidupan seperti barang-barang yang pernah saya beli, maka saya harus merawatnya, menggunakannya dengan benar, sehingga memberikan arti dan manfaat bagi penggunanya, dalam hal ini orang-orang yang berinteraksi dengan saya. Ekstrimnya, ada sesuatu yang bermakna karena saya ada. Kalaupun suatu ketika menjadi rusak, lebih disebabkan faktor usia dan bukan karena perawatan yang tidak baik. Satu hal lagi, Pencipta saya sama sekali berbeda dengan saya atau Abang-Abang pengumpul barang bekas. Kalau saya segera membuang barang yang sudah tidak berfungsi dan Abang-Abang menghargainya dengan sangat rendah, maka Pencipta saya tidak akan pernah membuang “barang” yang diciptakannya. Meskipun sudah rusak, tetap akan dicari karena sangat bernilai, bahkan berusaha dibentuk lagi menjadi sesuatu yang baru.
Barang bekas, menjadi rongsokan, sesuatu yang sangat sederhana, tetapi menyentuh hati saya. Jangan sampai di akhir nanti, harga saya hanya sepuluh ribu rupiah karena sudah tidak berfungsi sehingga tidak memberi manfaat. Atau sudah berusaha dibentuk ulang tetapi tetap saja ngadat!  Saya berharap menjadi bentukan baru itu, dan kalaupun nanti akhirnya termakan usia, saya masih bisa memberikan sesuatu yang berarti bagi sekitar saya. Selamat merawat hidup yang bernilai, selamat bersyukur karena kita berharga, selamat menjadi bentukan baru selamanya!

No comments:

Post a Comment