Friday, June 29, 2012

Good luck Der Panzer...


Anti klimaks! Itu istilah paling tepat untuk menggambarkan akhir perjuangan Jerman di Piala Eropa 2012. Berjaya di laga grup dengan hasil sempurna, tetapi berujung kegagalan di semi final melawan Italia. Kejadian ini mengulang peristiwa Piala Dunia 2010, ketika Jerman juga melangkah ke semifinal dengan perkasa setelah di babak sebelumnya menyingkirkan Inggris dan Argentina dengan skor 4-0, tetapi akhirnya terhenti oleh Spanyol. Sebagai penggemar kesebelasan Jerman sejak belasan tahun, kekalahan atas Italia sungguh menyakitkan. Seakan tidak percaya dan ingin memutar ulang sang waktu seandainya bisa. Saya merasakan kesedihan para pemain dan supporter, karena itu juga yang saya rasakan.  Banjir air mata terjadi di ruang ganti pemain, tanpa kata-kata. Sungguh sangat sulit menerima sebuah kekalahan ketika merasa sedang di puncak penampilan dan lebih difavoritkan…
Meskipun tidak selalu mengikuti pertandingan Jerman di Piala Eropa kali ini, tetapi darah yang mengalir di tubuh saya “tetap Jerman”. Maklum, saya sudah menjadi pendukung setia Der Panzer sejak tahun 1982, ketika masih bernama Jerman Barat dengan pemain seperti Karl Heinz Rummeniege, Paul Breitner, Pierre Litbarski. Berlanjut di tahun 1990-an, era Lothar Matthaeus, Rudi Voeller, Jurgen Klinsman. Lalu tahun 2000-an ketika diperkuat Michael Ballack, sampai era sekarang dengan Miroslav Klose, Philip Lahm, dan sederet pemain muda lainnya. Masih jelas di ingatan saya kejadian saat Piala Dunia 1990, ketika Jerman berhadapan dengan Inggris di semifinal yang akhirnya dimenangkan Jerman lewat adu penalti. Karena tidak sanggup melihat dan jantung berdetak kencang, saya memilih untuk pergi. Tetapi begitu Jerman menang dan melaju ke final, saya senang bukan kepalang. Tahun itu memang milik Jerman yang akhirnya menjadi Juara Dunia, dan berlanjut dengan Juara Eropa 1996. Sayangnya itulah terakhir kali Jerman mengangkat trophy juara dan harus puasa gelar sampai sekarang.
Sebenarnya saya tidak tahu pasti kenapa begitu fanatik dengan Jerman, padahal masih banyak kesebelasan lain yang bagus seperti Brazil, Argentina, Italia, Perancis, Spanyol, dan lainnya. Kalaupun kalah dan kecewa, tetapi tetap setia mendukung dan rela menanti beberapa tahun lagi untuk bisa melihat di turnamen berikutnya. Bahkan saking sukanya, teman-teman semasa sekolah dan kuliah yang sudah puluhan tahun berlalu pun masih ingat kalau saya pendukung setia Jerman. Buktinya beberapa teman lama masih sms dan bbm-an sepanjang Piala Eropa tahun ini.
Pertarungan Jerman Italia menandaskan kembali bahwa bola itu bundar dan semua bisa terjadi di lapangan. Meskipun diunggulkan, Jerman tidak mampu mengatasi ketangguhan Italia yang bermain lebih efisien. Perjalanan Jerman menjadi sebuah anti klimaks dan harus berhenti sebelum sampai ke puncak tertinggi. Tetapi itulah permainan, kalah menang sudah biasa dan harus siap menerimanya, meskipun terasa sangat menyakitkan. Kelengahan dan kesalahan yang dilakukan dapat berakibat fatal dan menuai kegagalan.
Menyaksikan setiap akhir pertandingan bola dengan beragam ekspresi dari dua sisi,                 -kegembiraan meluap dari kesebelasan yang menang dan kesedihan dari kesebelasan yang kalah- sungguh mengharukan. Saya menikmati detik-detik dimana para pemain kesebelasan pemenang menyalami lawan dan mencoba menghibur mereka. Saya berempati dengan perjuangan pemain yang tidak kenal lelah. Meskipun memahami bahwa ini hanyalah permainan, kekalahan – apalagi kekalahan kesebelasan kesayangan-,  tetap terasa menyesakkan.
Melihat pertandingan sepakbola sepanjang 90 menit ditambah perpanjangan waktu dan adu penalti kalau dibutuhkan, mengajarkan saya bahwa setiap perjalanan selalu ada akhirnya, berhasil atau gagal. Meskipun demikian, sebelum perjalanan selesai perjuangan terus dilakukan untuk menaklukkan lawan. Kadang lawan begitu kuat, tantangan begitu besar, sehingga harus habis-habisan menghadapinya dan baru berhenti setelah wasit meniup peluit panjang. Hasil akhir adalah ujung dari proses, rangkaian usaha dengan jatuh bangun dan keringat bercucuran. Ketika berhasil, kita akan merayakannya dan siap menerima tantangan berikutnya. Tetapi kalau gagal, kita akan terduduk lemas meratapinya, berjuang untuk sadar dan berusaha keras bangkit lagi. Dalam pertandingan sepakbola, setelah semuanya selesai pemain akan beranjak ke ruang ganti. Satu persatu pendukung berjalan pulang, riuh rendah sorakan berhenti. Pemain kembali ke rumah, berusaha tidur untuk sejenak melupakan kegagalan yang dialami.  Lalu mereka bangun kembali keesokan harinya, dan pertandingan kemarin menjadi sebuah masa lalu yang pahit. Satu-satunya cara melewati kepahitan itu adalah menegakkan kepala, melangkah, dan berjalan lagi menyongsong hari baru dengan membangun kekuatan dan harapan. Seperti sebuah pertandingan sepakbola yang penuh dinamika, perjalanan kehidupan kita pun begitu berwarna, sukses - gagal, suka cita - duka cita, kebahagiaan - kesedihan….
Pertandingan Piala Eropa 2012 sudah berakhir bagi Jerman. Saatnya pulang dan menyadari bahwa masih ada kesebelasan yang bermain lebih baik saat ini. Menengok ke belakang tidak akan merubah keadaan. Joachim Loew, sang pelatih mengatakan bahwa Jerman segera menatap Piala Dunia 2014 di Brazil. Ya, bangkit dan melangkah. Pertandingan sudah usai, tetapi jalan panjang masih membentang di depan. Good luck Der Panzer!

No comments:

Post a Comment