Friday, July 22, 2011

when the obstacle comes...

Sebuah sms dari seorang teman yang sedang dalam kondisi tidak bagus membuat saya terhenyak membacanya, “I dun know what should I do, I dun know where to go, I dun know what to do, I dun know what to say, I dun know what I need. Even I dun know who am I. I lost myself”.  Lah, bagaimana sih, kalau tidak tahu apa yang akan dikerjakan, paling banter saya akan bilang, lakukan saja apa yang kamu suka. Kalau tidak tahu kemana mau pergi, ya sudah, diam saja di rumah menikmati waktu istirahat. Tetapi kalau sudah tidak tahu siapa dirinya, ini kan repot. Saya segera membalas sms tersebut dengan kata-kata, “Is there anything I can do to help u?”  Teman saya  menjawab, “Nothing, this is my problem”. Waduh, ini lebih aneh lagi. Kalau memang tidak mau dibantu, kenapa harus sms saya. Cukup diam, dan menyelesaikan sendiri masalahnya. Saya mengenal teman saya sebagai seorang yang positif, penuh semangat, dan berenergi,  jadi kalau dia tiba-tiba bicara seperti itu, bagi saya ini sungguh mengherankan dan tidak masuk akal. Saya bahkan tidak pernah membayangkan dia mengatakan hal-hal melemahkan seperti itu, karena saya percaya dia cukup kuat mengatasinya. Maka untuk meyakinkan diri, saya membalas sms-nya, “I know you can handle it. I never imagine that you can be drop like this.” Teman saya menjawab, “I am a human being. This is just a part of my moment”. Saya membalasnya, “Maybe what u need is only time to think all over”. Percakapan berhenti sampai di situ. Saya merenung dan menyadari bahwa hal ini bisa terjadi pada siapapun, bahkan pada orang yang paling termotivasi sekalipun. Butuh waktu dan kemauan keras untuk melawan perasaan lemah, tak berdaya, tidak ada harapan, tidak berguna, tidak berharga, mengasihani diri sendiri, penyangkalan diri, menyalahkan orang lain, dan segala macam perasaan negatif yang muncul. Semakin dibiarkan berlarut-larut, orang akan semakin negatif dan jatuh dalam situasi dimana dia yakin bahwa dia tidak mampu menolong dirinya sendiri.
Saya bukanlah orang yang selalu termotivasi, meskipun dari penampakan luar “sepertinya” penuh energi dan bersemangat. Ada saat-saat dimana saya kecewa, marah, frustrasi, jengkel, dan jatuh dalam kondisi negatif. Semakin saya biarkan perasaan itu memenuhi hati, maka saya benar-benar merasa bahwa saya dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Tetapi ketika saya melawan perasaan itu, membuangnya, memindahkan pikiran saya ke hal-hal yang berguna, saya membangkitkan bara api dalam hati yang menyadarkan saya untuk bangun dan bertindak. Kuncinya adalah hati kamu, seorang teman saya yang lain mengatakannya pada saya, “Kalau hati kamu bersih, jiwamu akan tenang, dan hidupmu akan berbahagia.” Saya teringat gambar shincan dan doraemon yang dikirim dalam bbm group. Diceritakan bahwa shincan minta ke doraemon agar mengeluarkan alat yang bisa membuat mereka bahagia. Doraemon menjawab, “alat itu hanya ada di TV dan komik, sesungguhnya kebahagiaan itu berasal dari dalam diri kita masing-masing.” Saya tersenyum ketika melihat gambar itu, dan mengangguk menerima kebenarannya.
Kitab Amsal mengatakan, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan”. Bagi saya ini sungguh luar biasa, karena kitab yang ditulis ribuan tahun yang lalu itu mampu melihat jauh ke depan dan menangkap sumber persoalan manusia. Hati memancarkan kehidupan, apakah itu kehidupan yang dipenuhi kemarahan, kebencian, dendam, iri hati, atau kehidupan yang dipimpin oleh hati yang bersih, tulus, mengasihi, murah hati, semua adalah pilihan kita. Karena itu Amsal melanjutkan dengan mengatakan bahwa hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.
Alangkah berbahagianya kalau kita selalu bersemangat menjalani kehidupan setiap hari. Tetapi saya percaya bahwa tidak ada orang yang tidak pernah mengalami masalah. Alangkah naifnya kalau kita mengatakan hidupku tanpa masalah, tidak pernah ada tekanan, tidak pernah stress.  Justru hidup akan menjadi membosankan kalau berjalan datar dan kita akan menjadi orang-orang yang tidak tahan uji. Pertanyaannya adalah ketika ada masalah, apa yang kita lakukan untuk mengatasinya. Maramis dalam bukunya Ilmu Kedokteran Jiwa mengungkapkan bahwa stress dapat bersumber dari empat hal yaitu frustrasi, konflik, tekanan, dan krisis. Frustrasi terjadi bila ada halangan antara kita dan tujuan kita. Misalnya kita mau pergi ke suatu tempat dan terburu-buru, mendadak mobil kita mogok, atau kita ingin melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi tetapi tidak lulus kualifikasi. Konflik terjadi apabila kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih macam kebutuhan atau tujuan. Memilih yang satu, berarti frustrasi terhadap yang lain. Ibarat kita berada di persimpangan jalan dan tidak dapat memilih ke kiri atau ke kanan. Bahasa kerennya “on the crossroad”, seperti yang sering saya baca di status fb teman saya. Tekanan, dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan bisa datang dari dalam, bisa dari luar. Tekanan dari dalam misalnya keinginan kita untuk mencapai suatu hal yang justru membuat kita tertekan karena ada perasaan malu kalau tidak tercapai. Tekanan dari luar bisa berupa harapan berlebihan terhadap kita atau tuntutan dari orang-orang sekitar yang membuat kita terbeban. Krisis ialah suatu keadaan yang mendadak menimbulkan stress seperti kematian, kecelakaan, kehilangan orang yang dikasihi, penyakit, dan lain sebagainya.
 Stress yang muncul harus dihadapi dan diselesaikan, tergantung dari ketahanan setiap individu. Daya tahan stress atau nilai ambang frustrasi setiap orang berbeda-beda. Penyesuaian diri terhadap stress berbeda-beda karena penilaian terhadap stres berbeda dan tuntutan tiap individu juga berbeda tergantung pada umur, jenis kelamin, kepribadian, intelegensia, emosi, status sosial, atau pekerjaan individu tersebut. Menurut teori, setiap orang dapat saja terganggu jiwanya asal saja stress itu cukup besar, cukup lama, cukup spesifik, bahkan bisa terjadi pada orang yang kepribadian dan emosinya stabil.  Ini adalah bagian yang selalu saya ingat dari ilmu psikiatri sejak saya kuliah dulu, bahwa setiap orang bisa jatuh dalam kondisi gangguan jiwa ketika tidak mampu menangani stress yang menimpanya. Menyadarkan saya untuk selalu “eling lan waspodo”, kiasan Jawa yang artinya selalu “ingat dan waspada”. Saya percaya, dengan cara “eling lan waspodo”, saya tidak mudah jatuh pada kondisi “I dun know who I am. I lost myself. Kehilangan jati diri”. Alangkah ngerinya kalau itu sampai terjadi, tidak tahu siapa diri kita, tidak tahu mau ke mana, tidak tahu arah yang dituju, seperti sebuah jarum dalam tumpukan jerami, getting lost! Kalau seperti itu, apalagi yang dapat diharapkan dari kita, yang diciptakan berharga dan memiliki tujuan mulia.
Kegembiraan akan terasa ketika kita pernah mengalami kedukaan. Kebahagiaan akan terasa ketika kita mengalami kesedihan. Bukankah itu esensi kehidupan, karena tidak semua keadaan berjalan seperti yang kita inginkan. Kadang kita mendapatkan apa yang kita harapkan, tetapi kadangkala tidak. Bayangkan kalau setiap kali terjadi sesuatu yang tidak kita harapkan kita stress berkepanjangan, kita akan kehabisan energi untuk melanjutkan kehidupan. Alih-alih membawa manfaat bagi orang lain, kita justru akan menjadi beban dan menghilangkan makna kehidupan itu sendiri. Kalau begitu apakah kita tidak boleh sedih dan kecewa? Boleh saja, karena seperti sms teman saya tadi, “I am a human being”. Jangankan kita, tokoh Alkitab seperti Raja Daud pun mengeluh dalam kesesakannya sampai bermazmur, “lesu aku karena mengeluh, setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku.” Tetapi di tulisan berikutnya, Daud bermazmur, “Aku mencurahkan keluhanku ke hadapanNya, kesesakanku kuberitahukan kehadapanNya.”  That’s the point! Daud is back to The Creator! Ya, Dia yang menciptakan kita, tahu persis siapa kita dan kelemahannya, bahkan ketika kita tidak memahaminya.  Kalau kita mau mengakuinya dan datang kepadaNya di dalam kesesakan, kita bisa bermazmur seperti Daud, “Aku mencurahkan keluhanku ke hadapanMu.....”.  When the obstacle comes, let’s fight my friend, let’s struglling, because we are strong, more than a conqueror!

No comments:

Post a Comment