Wednesday, May 4, 2011

catatan dari film "?"

Setelah sekian lama tidak memanjakan diri menonton film layar lebar, saya tertarik untuk menikmati film “?” yang mendapat kredit bagus dari beberapa kawan.  Terdorong rasa penasaran, saya melangkahkan kaki ke gedung bioskop dan berharap mendapatkan suguhan yang menyenangkan. Maklum, kalau bicara mengenai film Indonesia, yang pertama terbayang adalah film-film horor dan sejenisnya yang bagi saya sangat tidak menarik untuk ditonton. Meskipun begitu saya sangat menghargai beberapa film Indonesia yang bagus dan hukumnya “wajib tonton.”
Film “?” dibuka dengan penusukan pastor di depan gereja yang dilakukan oleh orang-orang tak dikenal. Mengambil setting di Semarang, cerita mengalir dan melibatkan beberapa keluarga seperti keluarga Soleh, yang istrinya bekerja di sebuah restoran masakan Cina milik keluarga Tan yang menyediakan masakan babi tetapi juga menyediakan makanan halal dengan peralatan masak yang dipisah. Ada Rika yang bercerai dari suaminya dan kemudian berpindah keyakinan menjadi Katolik. Tokoh yang lain adalah Hendra, anak keluarga Tan, lalu Surya, seorang muslim yang bekerja sebagai figuran film dan terlibat dalam pementasan drama di gereja, bahkan berperan sebagai Yesus. Secara keseluruhan saya memberi acungan jempol untuk film ini, yang mengalir indah dengan penggarapan yang bagus, tidak kalah dengan film-film Hollywood.
Meskipun mencoba menyodorkan realitas kehidupan beragama di tanah air dengan berbagai dinamikanya, ada beberapa hal yang menurut saya terlalu ”dipaksakan”. Saya mencoba memahami keinginan Mas Hanung yang ingin menggambarkan kehidupan beragama secara ideal di Indonesia yang akhir-akhir ini dinodai dengan kejadian tidak menyenangkan seperti bom perusakan tempat ibadah, kontroversi pembangunan tempat ibadah, dan sebagainya. Nafas yang ingin dibawa film ini adalah  bahwa Tuhan itu universal, dan manusia datang kepadaNya melalui berbagai cara sejalan dengan keyakinannya, dengan demikian sebenarnya tidak ada gunanya apabila satu keyakinan dengan keyakinan yang lain dipertentangkan bahkan saling membunuh. Film ini ingin berpesan, alangkah indahnya kalau masing-masing umat beragama hidup berdampingan dengan damai sebagai makhluk yang diciptakan dan diharapkan memuja Sang Penciptanya.
Bagi saya, misi yang dibawa film ini sangat indah, tetapi sayangnya ada beberapa adegan yang mengganggu penalaran saya, meskipun kemungkinan itu bisa saja terjadi. Misalnya seorang muslimah berjilbab yang bekerja di restoran yang menyediakan masakan babi, kemudian tokoh Rika yang berpindah keyakinan dan mengikuti kelas persiapan baptis, lalu mencoba menjabarkan arti Tuhan bagi dirinya melalui terminologi Islam dan dipaaprkan di depan kelas, kemudian Surya, pemuda muslim yang berperan sebagai Yesus dalam drama paskah di gereja bahkan didukung oleh Ustadz-nya. Ada juga adegan dimana Surya berlatih peran tersebut di dalam masjid, dan sang Ustadz melihatnya dengan tersenyum. Kepahlawanan Soleh, banser NU yang merelakan nyawanya untuk menyelamatkan jemaat gereja dari ancaman bom malam Natal juga menjadi catatan tersendiri. Apakah sebegitu vulgar dan mudahnya? Tidak ketinggalan tokoh anak dari Rika, digambarkan begitu dewasa dalam cara berpikir yang menurut saya agak berlebihan dan tidak sewajarnya.
            Di akhir film ini, saya melihat bahwa Mas Hanung mencoba untuk berbuat ”adil”, ketika Hendra, anak keluarga Tan, penganut Budha akhirnya menjadi mualaf dan merubah restoran keluarganya yang sebelumnya menyediakan babi menjadi restoran halal. Saya meilhatnya sebagai sebuah counter dari tokoh Rika yang berubah keyakinan dari Islam ke Katolik. Seperti ada ketakutan dari Mas Hanung kalau-kalau dia tidak bertindak proporsional dan berusaha menyenangkan seluruh pihak dengan mengakomodasi berbagai kepentingan keyakinan yang berbeda.
            Di luar kejanggalan-kejanggalan yang ada, saya tetap melihat film ”?” sebagai sebuah karya yang besar dan patut diacungi jempol. Film ini dibuat dengan kadar emosi yang kental, dan sejujurnya saya pun terlibat secara emosional yang cukup mengaduk-aduk perasaan saya. Kalau kemudian ditanyakan, ”masih perlukan kita berbeda?” seperti tag line dari film ini, bagi saya tentu masih sangat perlu, karena pada dasarnya manusia itu berbeda. Justru sebenarnya perbedaan itulah yang membuat dunia ini menjadi indah dan beragam, yang terpenting adalah bagaimana kita saling menghormati keragaman itu. Tidak perlu menjadi sama untuk segala hal, karena justru itu akan membuat kita monoton dan memang tidak mungkin membuat semua orang sama seperti kita. Jadi bagi saya, perbedaan itu tetap diperlukan.
            Di atas semua itu, saya sangat senang akhirnya film ini bisa tayang. Paling tidak ada hal-hal baik yang bisa saya bawa pulang setelah menonton film ini. Terima kasih untuk Mas Hanung, sudah memberikan angin segar untuk perfilman Indonesia dan bagi saya film ini berhasil menyadarkan kita lagi akan arti perbedaan dan keberagaman. Salut!

5 comments:

  1. Film ini pernah saya buatkan reviewnya, atas permintaan redaksi untuk bisa diterbitkan di bulan Mei. Nah, karena permintaan itu akhirnya saya beranikan diri berteman dengan Mas Hanung di Twiter. Hasilnya mantap, bisa berdiskusi langsung dengan Mas Hanung dan mantau banyak komentar yang cukup pahit kepada Mas Hanung, namun beliau dengan rendah hati dan bijak menjawab semuanya. Keren memang Mas Hanung. Lebih serunya, Ibu bisa buka website "Tanda Tanya", di sana ada perbicangan Mas Hanung dengan seseorang yang fanatik. Seru ! Cekidot....

    ReplyDelete
  2. @Ikanuri: hai Mbak Ika..wah keren banget dah jadi peresensi. Salutt...saya boleh belajar ke Mbak? Biasanya ke redaksi apa nih? Thanks ya,nanti saya buka website "?" nya. Keep sharing yah! :)

    ReplyDelete
  3. Masih belajar juga, Bu. Ngasah terus biar biasa, he he. :)
    Memang hobby menulis sejak kecil, makanya akhirnya sekolah ke bidang yang minati, dan isi waktu jadi penulis lepas di www.kabarindonesia.com, dan kontributor tabloit.
    Belajar menulis ya dengan banyak membaca dan sering menulis, Bu. Dijamin lancar. Untuk tehniknya sih bisa dipelajari kok. Nanti kalau ada waktu berkopi darat ya Bu, kita akan sharing deh. :)

    ReplyDelete
  4. Halo Ika, wah pengen juga nih ketemu buat ngobrol-ngobrol. Oh ya, thanks a lot cd foto2nya yah :)

    ReplyDelete
  5. Siap Bu, sama-sama. :)
    Beyes, diatur saja Bu. Saya sih ngikut ajah. Ibu kan padat merayap jadwalnya, jadi saya yang ngikuti bisanya ibu kapan. He he he.... :)

    ReplyDelete