Monday, February 7, 2011

Shaolin-Harga yang Harus Dibayar


Penyesalan selalu datang terlambat, tetapi penyesalan yang diikuti dengan pertobatan akan membawa kita kepada jiwa yang penuh kedamaian. Pesan inilah yang ingin disampaikan oleh film Shaolin yang disutradarai Benny Chan dan dibintangi oleh Andi Lau, Jackie Chan, dan Nicolas Tse.


Hou Jie (Andi Lau) adalah seorang panglima perang yang kejam dan tidak mengenal ampun. Dibantu saudaranya, Cao Ma (Nicolas Tse), Hou Jie berhasil menaklukkan daerah-daerah sekitarnya dan membunuh pemimpinnya. Prinsip Hou Jie adalah ‘Selama berada di atas tampuk kekuasaan, jangan lemah. Bunuh musuh, baru bisa tidur nyenyak.”

Suatu ketika Hou Jie mengejar musuh yang bersembunyi dan meminta perlindungan di kuil Shaolin. Meskipun sudah meminta ampun, Hou Jie tetap membunuh musuh tersebut di depan mata para bhiksu. Bukan itu saja, Hou Jie merusak papan nama Shaolin dan melecehkan biara tersebut dengan sikap yang sangat arogan.

Tetapi kemudian terjadilah peristiwa pengkhianatan Cao Ma yang menyebabkan Hou Jie, istri, dan anaknya melarikan diri dan sampai di kuil Shaolin. Dalam penyergapan tersebut putri Hou Jie yang masih kecil terluka parah dan tidak dapat diselamatkan. Kematian putri tunggalnya dan kemarahan istrinya yang kemudian pergi begitu saja meninggalkannya membuat batin Hou Jie sangat menderita. Di tengah kesedihan yang mendalam, Hou Jie tinggal di dapur kuil Shaolin dan berteman dengan koki Wu Dao (Jackie Chan). Kegundahan hati dan pencarian akan makna hidup membuat Hou Jie memutuskan untuk menjadi bhiksu di kuil Shaolin.

Sementara itu kekejaman Cao Ma semakin menjadi-jadi, bahkan mengorbankan rakyat untuk bekerja paksa membangun rel kereta api. Pembangunan rel tersebut adalah hasil kesepakatannya dengan tentara Inggris yang memberikan senjata meriam sebagai gantinya. Selama kerja paksa tentara Inggris juga mengambil benda-benda berharga yang didapatkan dalam pembangunan rel kereta api dan membunuh para pekerja. Peristiwa ini diketahui oleh Hou Jie yang kemudian bersama-sama dengan bhiksu Shaolin berjuang membebaskan para pekerja. Bebasnya para pekerja membuat Cao Ma marah dan menyerbu biara. Sebelum penyerbuan terjadi, Hou Jie dan bhiksu Shaolin mengungsikan rakyat yang tinggal di sekitar biara dengan dipimpin oleh Wu Dao.

Pertempuran dahsyat terjadi di biara antara Cao Ma dan tentaranya melawan Hou Jie dan para bhiksu. Di saat mereka bertempur, ternyata tentara Inggris sudah bersiap dari kejauhan dan kemudian menembakkan meriam ke biara tersebut bertubi-tubi. Serangan meriam menewaskan Hou Jie dan meluluh lantakkan biara Shaolin. Dari kejauhan rakyat yang mengungsi dipimpin oleh Wu Dao hanya bisa menangis melihat keruntuhan biara tersebut. Sebuah kalimat diucapkan Wu Dao untuk menenangkan para Shaolin muda yang ikut bersamanya “Kuil Shaolin memang hancur, tetapi jiwa Shaolin akan tetap hidup di hati kita selamanya.”

Cerita tentang orang jahat yang mengalami kejadian tragis dalam hidupnya dan kemudian bertobat sudah sangat biasa, demikian juga kisah film ini.  Justru yang membuatnya indah adalah kehebatan akting Andi Lau, transformasi dari seorang panglima kejam, menjadi seorang  yang sangat tidak berdaya dan putus asa, lalu menjadi bhiksu yang “harus” tampak bijaksana. Pergolakan batinnya muncul dengan sangat baik dan membuat film ini menjadi hidup. Meskipun bukan penggemar Andi Lau, saya harus mengakui bahwa karakter yang dimainkannya muncul sangat kuat. Peranan Jackie Chan dalam film ini memang kecil, tetapi tidak bisa dilewatkan begitu saja. Penampilannya menjadi bumbu penyedap yang membuat film ini menjadi segar, bukan hanya sebuah potret yang buram. Dengan aktingnya yang kocak, Jackie memberi sentuhan berbeda sehingga Shaolin menjadi lebih enak dilihat. Alur yang dibuat sutradara Benny Chan mengalir dan tidak membosankan. Seperti layaknya film kungfu, adegan perkelahian menjadi tontotan yang mengasyikkan, meskipun terkesan “kejam” karena banyaknya adegan pertumpahan darah. Kehidupan di biara Shaolin memang tidak ditonjolkan secara utuh, karena lebih memusatkan pada pencarian jati diri Hou Jie. Meskipun begitu adegan lucu khas Shaolin tetap muncul yang membuat “rasa Shaolin” terasa kental. Pengorbanan pahlawan ala bhiksu Shaolin yang mengharu biru juga menghiasi film ini dan mengajak kita untuk menyadari bahwa selalu ada harga yang harus dibayar. Tewasnya suhu Shaolin dan para bhiksu terbaik melawan keangkaramurkaan Cao Ma seakan menegaskan bahwa perang melawan kejahatan membutuhkan perjuangan sampai titik darah penghabisan. Menjaga integritas diri adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. 

Di sisi lain, film ini menyajikan fakta bahwa kekuasaan yang disalahgunakan akan menyengsarakan rakyat dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan, yang berujung pada keruntuhan diri sendiri. Kekuasaan adalah tidak kekal, seperti Hou Jie yang harus merelakan tahtanya dan kehilangan keluarganya, itupun terjadi pada Cao Ma, yang kemudian hancur oleh kerakusannya sendiri. Bedanya, Hou Jie masih menemukan kembali jiwanya yang hilang dan diberi kesempatan untuk menyadari kesalahannya.

Kehancuran biara Shaolin seakan berbicara bahwa kebenaran tidak akan menang melawan kejahatan, tetapi penutup film yang menggambarkan rakyat pengungsi yang selamat, dan ucapan Wu Dao yang mengatakan dengan tegas bahwa jiwa Shaolin akan selalu hidup di hati mereka, adalah pernyataan jujur bahwa bagaimanapun juga kebenaran tetap menang dan tidak bisa direnggut oleh apapun walaupun ada harganya mahal dan membutuhkan perjalanan yang panjang. Sementara itu kekuasaan sering membuat orang lupa diri dan terus menerus mengejar nafsu untuk memenuhi hasratnya. Kekuasaan yang didapat dengan cara tidak benar hanya akan membawa orang yang berkuasa tersebut menjadi paranoid, takut akan bayangan kehancuran diri sehingga membabi buta berusaha melanggengkan kekuasaannya. Orang yang menggenggam kekuasaan seakan itu adalah satu-satunya kebahagiaan hidupnya hanya akan mendapatkan kehilangan yang lebih banyak. Di tangan orang-orang yang tidak tepat, kekuasaan yang seharusnya digunakan untuk menolong dan memperbaiki kehidupan orang-orang yang berada di bawahnya hanya akan menjadi alat perusak.

Meskipun film ini tidak seindah dan sekolosal Red Cliff dalam penggarapannya, tetapi tetap menarik untuk ditonton. Siap-siap saja untuk menikmati perpaduan akting Andi Lau dan Jackie Chan, dengan balutan segar tingkah polah para bhiksu Shaolin. Kalimat-kalimat inspiratif yang menyejukkan dan pencarian jiwa yang hilang menjadi inti film ini. Jangan terlalu berharap banyak pada keindahan kungfu yang menari-nari, karena film ini mengutamakan alur yang ringkas dan tidak bertele-tele. Kalau anda menyukai film-film China yang berlatar belakang tempo dulu dan mengemas kungfu sebagai pemanisnya, film ini bisa menjadi pilihan. Selamat menikmati!

No comments:

Post a Comment