Judul Buku : Outliers, Rahasia di Balik Sukses
Pengarang : Malcolm Gladwell
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Keempat, Februari 2010
Halaman : 323 hal
Sukses adalah tujuan setiap orang. Dalam buku Outliers, Malcolm Gladwell mengungkapkan rahasia sukses dari kerangka “out of the box” melalui kisah penuh logika, yang mungkin tidak pernah terpikirkan selama ini sehingga kita menggunakan cara yang salah dalam menilai kesuksesan. Outlier adalah orang-orang yang melakukan hal-hal di luar kebiasaan. Malcolm membahas dan memperkenalkan berbagai jenis outlier, orang genius, raja bisnis, musisi rock, pembuat program perangkat lunak, dan olahragawan.
Buku ini terdiri dari 2 bagian, bagian satu adalah “kesempatan” dan bagian kedua adalah “warisan budaya”. Dalam bagian satu, Malcolm mengupas kehebatan pemain-pemain hoki Kanada yang muncul dalam turnamen liga mereka. Selain itu ada kisah mengenai orang-orang yang berjaya di bisnis komputer seperti Bill Joy, pendiri Sun Microsystem, dan Bill Gates dari Microsoft. Di bidang musik, The Beatles adalah fenomena yang dimunculkan dalam buku ini. Semua contoh yang disebutkan memiliki benang merah dalam mencapai kesuksesan. Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang tersebut memiliki bakat dan kecerdasan, tetapi ternyata yang membedakan dengan orang-orang lain adalah adanya “kesempatan” yang “secara kebetulan” mereka miliki. Kesempatan tersebut datang dari lingkungan bahkan dari peraturan yang ada. Kesempatan membuat mereka memiliki latihan yang cukup untuk menjadi sukses. Buku ini menuliskan “kaidah 10.000 jam”, bahwa diperlukan latihan minimal 10.000 jam untuk memperoleh keahlian yang dibutuhkan demi menjadi seorang ahli kelas dunia. Contoh orang-orang sukses yang disebutkan adalah orang-orang berbakat yang berlatih “sangat jauh lebih keras” dibanding orang lain (Coba bayangkan, seandainya anda ingin menjadi pemain gitar yang handal dan anda hanya berlatih 2 jam setiap hari, berarti anda membutuhkan waktu 14 tahun untuk menjadi seorang ahli! Anda tinggal menghitung 365 hari x 2 jam x 14 tahun = 10.220 jam! Bandingkan dengan The Beatles yang di awal-awal perjuangannya tampil di depan publik Hamburg setiap hari selama minimal 8 jam dengan melayani beragam permintaan lagu. Latihan yang sangat keras ini membuat mereka menjadi grup musik dunia yang melegenda). Hal yang menarik adalah, 10.000 jam adalah jumlah yang sangat banyak dan tidak mungkin meraihnya sendirian. Dibutuhkan kesempatan istimewa, dan orang-orang yang mendorong dan mendukung kita.
Masih di bagian satu, Malcolm mencontohkan beberapa orang jenius yang sebenarnya terlahir sebagai outlier tetapi tidak berhasil dalam hidupnya. Membaca kisah ini terasa menyesakkan, karena kita dibawa untuk menyelami kegagalan orang-orang jenius yang menurut pemikiran kita “pasti meraih sukses.” Tetapi ternyata yang dibutuhkan hanyalah “cukup pintar”, seperti pemain basket yang disyaratkan “cukup tinggi”, tidak harus sangat tinggi, karena fakta berikutnya sebagai pendukung keberhasilan adalah dukungan dari orang-orang, yang pertama dan terutama adalah keluarga, dan bukannya berjalan sendirian. Malcolm menulis bahwa kesuksesan ditentukan oleh “kecerdasan praktis” yang meliputi hal-hal seperti “mengetahui apa yang harus dikatakan pada orang tertentu, mengetahui kapan mengatakannya, dan tahu bagaimana mengatakannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Kecerdasan praktis bukanlah keahlian bawaan, tetapi keahlian sosial yang harus dipelajari, muncul dari suatu tempat, dan tempat dimana kita mendapatkan sikap dan keahlian itu adalah dari keluarga kita.” Itulah yang tidak dimiliki oleh orang-orang jenius dalm buku ini yang sebenarnya terlahir sebagai outlier. Bagi saya, bab dengan judul “Permasalahan dengan orang genius bagian 1 dan 2” adalah bab paling menyentuh.
Bagian satu “kesempatan” memuat beberapa contoh lagi mengenai kesuksesan orang-orang yang diraih karena mereka mendapatkan kesempatan, lahir pada saat yang tepat, dan memiliki keluarga yang sangat mendukung. Anda dapat membaca kisah sukses pengacara-pengacara keturunan Yahudi di kota New York pada tahun 1970-an dan dikejutkan oleh penjelasan Malcolm yang sangat relevan tentang keberhasilan mereka.
Bagian kedua dari buku ini diberi judul “warisan budaya”. Bagian ini memaparkan bahwa warisan budaya memiliki andil dalam kesuksesan kita. Sebuah petikan dari buku ini: “Warisan budaya memiliki kekuatan yang hebat. Mereka memiliki akar yang dalam dan hidup yang panjang. Mereka bertahan dari generasi ke generasi selanjutnya, terus tertanam bahkan saat kondisi ekonomi, sosial, dan demografi yang menyelimuti mereka telah hilang dan mereka memainkan peranan penting untuk mengarahkan sikap dan perilakunya sehingga kita tidak bisa memahami dunia kita tanpa mereka.” Melalui cerita kuno pertentangan keluarga yang terjadi di kota Harlan, Amerika di tahun 1800-an, digabung dengan penelitian dua orang psikolog di University of Michigan di tahun 1990-an, Malcolm membuat benang merah antara warisan budaya yang mengakar dan peranannya dalam kesuksesan seseorang.
Bagian warisan budaya juga mengisahkan cerita tragis mengenai jatuhnya pesawat Korean Air di tahun 1997 yang menewaskan 228 orang, diikuti oleh kecelakaan pesawat-pesawat Korean Air yang lain. Serupa dengan itu diceritakan jatuhnya pesawat Avianca milik penerbangan Kolombia di tahun 1990. Analisis dari kecelakaan-kecelakaan tersebut menempatkan bahwa “budaya jarak kekuasaan” yang dianut oleh pilot, co-pilot, dan officer di dalam kokpit pesawat ternyata sangat berpengaruh. Jarak kekuasaan berhubungan dengan sikap seseorang dalam menghadapi hierarki atasan, khususnya seberapa besar sebuah budaya menghargai nilai dan menghormati pihak yang berwenang. Negara yang memiliki jarak kekuasaan yang rendah, dalam arti hampir tidak ada batas antara yang lebih senior dengan junior memunculkan sikap asertif dari junior sehingga mereka berani mengemukakan pendapat dan hal ini tidak terjadi di negara dengan jarak kekuasaan tinggi. Kisah jatuhnya pesawt Korean Air dan Avianca Kolombia menjelaskan dengan detail bagaimana seorang junior flight officer tidak berani menyatakan pendapatnya kepada pilot senior meskipun mengetahui bahaya di depan mata. Membaca detik-detik percakapan mereka sebelum pesawat jatuh terasa sangat memilukan.
Masalah yang dihadapi Korean Air adalah mereka terjebak dalam peran yang dipaksakan oleh warisan budaya negara mereka.Revolusi budaya yang dilakukan oleh Korean Air di tahun 2000-an yang mengharuskan pemakaian bahasa Inggris antar sesama Korean di kokpit pesawat mampu merubah maskapai tersebut. Penggunaan bahasa Inggris merupakan kunci untuk transformasi karena mereka dibebaskan dari hirerarki Korea yang sangat tajam. Transformasi membuat para junior berani mengambil inisiatif dan tidak menunggu orang lain untuk mengarahkan tugas mereka.
Kisah lain mengenai warisan budaya dapat anda baca tentang kehebatan bangsa Asia di bidang matematika yang dihubungkan dengan cara bertani padi orang-orang Jepang dan Cina Selatan. Dalam sejarah, pertanian di Barat lebih berorientasi “mekanik”, menggunakan peralatan canggih untuk meningkatkan hasil panennya. Sementara pertanian di Timur berorientasi pada “keahlian” karena para petani di Jepang dan Cina tidak memiliki uang untuk membeli peralatan. Dalam pertanian yang berbasiskan keahlian, hasil panen akan lebih besar jika anda bersedia mencabut rumput lebih rajin, lebih ahli memberi pupuk, lebih lama mengawasi tingkat air, dan lebih optimal memanfaatkan setiap inchi lahan. Kenyataan ini membuat petani Asia bekerja lebih keras dan menularkan budaya belajar sangat tekun untuk siswa-siswa Asia dan cara ini bekerja sempurna di bidang matematika!
Kesempatan, waktu yang tepat, dukungan keluarga dan orang sekitar, akar budaya yang mewariskan keuletan, kegigihan dan kesediaan bekerja keras serta kerelaan bertransformasi dari budaya yang tidak mendukung, menjadi bahan utama cerita sukses para outlier. Malcolm Gladwell, memotret rahasia sukses yang sering tidak terungkapkan. Dikemas melalui kisah-kisah yang sangat menggugah dan penuh logika, “Outliers” menjadi sebuah buku yang layak dibaca. Enjoy reading!
No comments:
Post a Comment