Thursday, October 18, 2012

It's about Succes

             Seorang peserta pelatihan medical representative bertanya kepada saya di dalam sesi motivasi, “Apa yang dimaksud dengan sukses? Apakah kalau seseorang sudah sangat kaya, memiliki rumah dan mobil mewah, istri cantik, anak-anak yang sehat dan lucu, berarti dia sudah sukses?” Saya terdiam sejenak sebelum membuka kalimat jawaban, bahwa definisi sukses sangat beragam dan tergantung dari deskripsi kita masing-masing. Pandangan sukses konvensional mendefinisikannya sebagai bentuk pencapaian prestasi pribadi dengan tolok ukur yang berupa  materi, pangkat, dan jabatan. Itulah hal yang paling mudah dan kasat mata. Rene Suhardono dalam bukunya #Ultimate U mengatakan bahwa uang, ketenaran, dan kekuasaan adalah bentuk kesuksesan yang mudah dan menyenangkan. Namun apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan paling mendasar seperti “Siapakah saya? Apa makna keberadaan saya? Apa yang akan terjadi pada saya setelah seluruh waktu berlalu?” Berdasarkan pemahaman itu pula saya belajar memaknai sukses bukan mengenai “apa yang saya miliki”, tetapi “menjadi apa saya”. Bukan “apa yang saya dapatkan, tetapi apa yang bisa saya berikan atau kontribusikan kepada orang lain, karena nantinya orang mengingat saya dari apa yang saya berikan, bukan dari apa yang saya terima.”
            Berbicara mengenai sukses memang tidak akan ada habisnya, karena setiap orang memiliki pandangan sendiri-sendiri. Bahkan kalau ditanya apakah saya sudah sukses, saya akan menjawab ”Ya” dan ”Belum”. Ya, karena saat ini saya merasa sudah berada pada kondisi dimana saya sudah bisa mencukupi apa yang menjadi kebutuhan saya. Belum, karena masih ada hal-hal yang belum tercapai, impian-impian yang ingin saya wujudkan dan semakin mengkristal di dalam diri. Semua alasan yang saya sampaikan adalah tentang pencapaian pribadi. Kalau merujuk kepada makna sukses yang lebih dalam, yaitu kontribusi yang kita berikan untuk sesama, saya merasa masih sangat jauh dari itu karena selama ini hidup saya sebagian besar terpusat pada diri sendiri dan bukan orang lain. Pertanyaan peserta tadi sebenarnya menggugah dan menggoncangkan kesadaran saya bahwa selama ini saya masih berkubang dalam egosentrisme, sibuk dengan urusan sendiri.  

            Stephen R Covey dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People memotret salah satu kebiasaan orang efektif yaitu “merujuk pada tujuan akhir.” Kita diajak untuk membayangkan seperti apa penilaian orang-orang di sekitar kita terhadap kita setelah kita tiada. Karakter apa yang kita ingin mereka lihat dari dalam diri kita? Apa kontribusi, prestasi yang kita ingin agar mereka ingat? Perbedaan apa yang kita buat di dalam kehidupan orang-orang yang mengenal kita? Merujuk pada tujuan akhir mengajak kita untuk memulai hari ini dengan bayangan, gambaran atau paradigma akhir kehidupan sebagai kerangka acuan atau kriteria yang menjadi dasar untuk menguji segala sesuatu. Kita diajak memulai dengan pengertian yang jelas tentang tujuan kita, yang berarti mengetahui kemana kita akan pergi, dimana posisi kita sekarang, sehingga kita tahu bahwa langkah-langkah yang kita ambil selalu berada pada arah yang benar. Saya mencoba memejamkan mata dan membawa pikiran saya ke sana. Seandainya itu adalah pemakaman saya, apa yang akan disampaikan oleh orang-orang yang berpidato mengenai saya? Keluarga, rekan kerja di kantor, teman-teman gereja, dan kenalan lainnya? Apakah sosok positif ataukah sebaliknya? Hal ini membuat saya gelisah dan merenung bahwa sudah saatnya saya merubah diri dengan pemahaman yang radikal mengenai sukses.
            Sukses tidak bisa dilepaskan dengan tujuan hidup yang akan kita capai. Buku The Purpose Driven Life karangan Rick Warren menegaskan bahwa mengetahui tujuan kemana kita akan pergi merupakan hal yang esensial. Buku ini merupakan salah satu buku yang sangat menarik hati saya sehingga penuh dengan coretan-coretan untuk memudahkan saya mengingat hal-hal penting. Meskipun sudah membacanya enam tahun lalu, ternyata saya perlu untuk selalu membuka ulang, meyakinkan diri saya sendiri dengan apa yang saya jalani. Pertanyaan peserta tadi memicu saya untuk belajar kembali dan merenungkan apa sebenarnya sukses itu. Saya sampai pada pemahaman bahwa sukses memiliki makna yang jauh lebih tinggi daripada kepemilikan segala hal yang ada di dunia. Sukses juga berkaitan dengan tujuan hidup. Saya tidak bisa mendefinisikan sukses “versi saya”, kecuali kalau saya sudah mengenal apa yang menjadi tujuan hidup saya, bukan sekedar mau menjadi apa. Rick Warren secara tegas menyampaikan bahwa kesalahan kita selama ini adalah memulai dengan titik awal yang keliru, yaitu diri sendiri, sehingga pertanyaan yang muncul adalah “ingin menjadi apa saya, apa yang harus kulakukan dengan hidup saya, apa sasaran-sasaran saya, ambisi-ambisi, impian-impian untuk masa depan saya? Kita menjadi terjebak ke dalam egosentrisme dan tidak melihat dalam kerangka lebih besar tentang tujuan penciptaan kita di dunia ini.
Sukses, ternyata sangat customize dengan diri kita masing-masing. Seorang medical representatives yang bekerja keras dan cerdas, memiliki pencapaian sales yang bagus dan pulang membawa bonus setiap bulannya akan menyenangkan hati keluarganya. Perilaku yang baik, bertanggung jawab, mengasihi, menolong, sekecil apapun akan membawa dampak bagi orang lain. Itulah sukses, menjadi yang terbaik dari diri kita, dan menjalani hari-hari yang semakin membawa kita kepada tujuan hidup. Tujuan hidup tidak akan pernah lepas dari proses bertanya kepada Sang Pencipta, untuk apa kita berada di dunia ini. Selamat mengayuh dayung ke sana, dan berlayar menuju kesuksesan Anda...

No comments:

Post a Comment