Lake Toba, I am coming... Itu adalah kalimat terakhir di catatan saya yang pertama. Perjalanan Medan – Parapat, kota di tepi danau Toba, membutuhkan waktu 5 jam dengan menggunakan travel. Sebenarnya perjalanan bisa lebih cepat, tetapi karena beberapa kali berhenti maka waktu tempuh menjadi lebih lama. Ada beberapa pilihan travel dari Medan ke Parapat, seperti Raja Taxi atau Paradep taxi. Untuk perjalanan kemarin, saya menggunakan Paradep karena alasan keberangkatan yang lebih pagi dan biaya yang lebih murah, Rp 65.000 untuk Paradep, dan Rp 70.000 untuk Raja. Keberangkatan paling pagi untuk Raja Taxi adalah jam 09.00, sedangkan Paradep jam 05.00 pagi sudah ada mobil yang berangkat. Mobil kami berisi 6 orang, 4 orang berhenti di Parapat yaitu saya berdua dengan teman, dan 2 orang turis dari Inggris. Dua orang lainnya turun di Tebing Tinggi dan Pematang Siantar. Sebenarnya kalau mau jalan santai dan bersama teman-teman, saya menyarankan untuk menyewa mobil saja karena jatuhnya per orang kurang lebih sama, tetapi bisa fleksibel dan kemana-mana. Biaya sewa mobil per hari sebesar Rp 350.000, sudah termasuk sopir, tetapi belum termasuk bensin.
Perjalanan Medan - Parapat melalui beberapa kota, di tengah-tengahnya adalah Pematang Siantar. Kalau berhenti di Siantar dan kebetulan anda penyuka masakan China, silakan berhenti di Jl Surabaya untuk menikmati chinese food yang enak. Selain itu Siantar terkenal dengan selai srikaya di toko SEDAP dan oleh-oleh makanan kecil dari toko ASLI, semacam enting-enting atau namanya teng teng. Tetapi kalau ingin berhenti sebaiknya waktu pulang balik ke Medan setelah anda puas menjelajah danau Toba dan pulau Samosir. Untuk penginapan sebaiknya anda memilih di Pulau Samosir daripada Parapat. Sebenarnya saya sudah memesan penginapan di Parapat, tetapi atas bujukan seorang teman yang memandu kami melalui BB, akhirnya kami menyerah dan memutuskan bermalam di Pulau Samosir padahal belum mendapatkan penginapan. Rencana awal adalah kami menginap di Parapat, lalu keesokan harinya berjalan-jalan ke Samosir, dan sorenya balik ke Parapat untuk kemudian ke Medan. Tetapi ternyata butuh transportasi untuk mengelilingi Samosir, dan setelah bernegosiasi dengan sopir travel, akhirnya kami menyewa mobil tersebut dengan biaya Rp 600.000 untuk 2 hari. Sebenarnya pak sopir yang lebih dulu menawarkan kepada kami, dan setelah mempertimbangkan segalanya, kami memutuskan untuk menyewa mobil saja, karena tidak mungkin berjalan-jalan di Samosir tanpa kendaraan.
Setelah sampai ke Parapat kami harus menunggu dulu untuk bisa menyeberang ke Samosir mengikuti jadwal kapal ferry yang ternyata tidak berangkat setiap jam. Jadwal penyeberangan adalah jam 9, 11, 13.00, dan 14.30 dari Parapat. Karena sampai di Parapat jam setengah 2, maka kami menunggu penyeberangan jam 14.30. Waktu tempuh penyeberangan sekitar 1 jam, dan sepanjang penyeberangan kami disuguhi keindahan danau Toba yang begitu luas, bahkan karena luasnya menurut saya sudah seperti laut. Penyeberangan dengan kapal ferry, kalau kita membawa mobil dikenakan biaya Rp 95.000, sudah termasuk orang-orang di dalamnya. Kami tiba di Pelabuhan Tomok, Samosir dan hal pertama yang kami lakukan adalah wisata budaya, yaitu melihat makam Raja Sidabutar, Sigale-gale – menyerupai muppet show yang bisa bergerak-gerak ketika gendang ditabuh, melihat rumah khas orang Batak, dan museum Batak. Dari pelabuhan ke wisata budaya ini sangat dekat, bisa ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 5 – 10 menit. Kalau anda ingin mencari oleh-oleh seperti souvenir, kaos, gantungan kunci, tas, ulos, anda dapat membelinya di sini. Tetapi setelah melihat-lihat barang di kios-kios, saya jadi merasa seperti di Malioboro Jogja. Tampaknya barang kiriman dari sana, yang membuat saya urung membelinya. Hehehe.
Wisata budaya ini membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam, dipandu oleh seorang pemandu yang menceritakan mengenai riwayat raja Sidabutar ataupun legenda kisah Sigale-gale. Di makam raja Sidabutar, anda bisa melihat patung-patung orang dari batu yang melambangkan cerita memanggil hujan dari langit. Dikisahkan bahwa Sang Raja Sidabutar adalah seorang yang sakti, sampai-sampai kehebatan sang raja mengundang Raja Aceh untuk berguru padanya. Saat berguru, raja Aceh membawa pula gajah-gajah untuk diserahkan kepada Raja Sidabutar. Kehebatan Raja Sidabutar diantaranya bisa memindahkan benda-benda tanpa memegangnya bahkan bisa memanggil hujan. Sehingga ketika musim kemarau dan rakyat membutuhkan hujan, maka dimulailah upacara dengan mengorbankan kerbau dan dikelilingi oleh penduduk. Setelah upacara selesai diadakan, tidak berapa lama hujan pun turun. Legenda Sigale-gale mengisahkan mengenai seorang anak raja yang pergi berperang tetapi gugur di medan perempuran. Karena takut membuat hati Ibunda bersedih, maka berita kematian tersebut tidak disampaikan kepada sang Ibu yang terus menunggu kedatangan putranya. Kemudian diundanglah seorang pematung yang membuat patung menyerupai sang anak lalu diberi roh agar patung tersebut tampak hidup. Ibunda raja sangat senang dengan kedatangan anaknya, tetapi karena sang pematung telah berbuat tidak benar dengan menghidupkan patung tersebut maka Tuhan murka dan mencabut nyawa pematung sebagai ganti nyawa anak raja. Untuk melihat tarian Sigale-gale, anda dikenakan biaya Rp 80.000 sekali show. Tetapi kalau hanya berfoto, disediakan kotak sumbangan suka rela. Selain itu anda juga perlu menyiapkan tip untuk pemandu yang berkisar antara Rp 15.000 - Rp 20.000.
Pulau Samosir dibagi menjadi beberapa daerah diantaranya Tomok, Tuk Tuk, Ambarita, dan daerah lainnya. Pelabuhan terletak di daerah Tomok, demikian juga wisata budaya yang saya ceritakan. Di Tomok anda juga dapat melihat rumah khas orang Batak, dan museum Batak yang berisi benda-benda kuno, seperti perhiasan, senjata, tempat tidur, ulos, mata uang rupiah lama, dan lain-lain. Meskipun namanya museum, jangan membayangkannya sebagai sebuah bangunan yang megah, karena hanya berupa rumah adat biasa. Bahkan kami harus menyalakan lampu sendiri untuk bisa melihat-lihat isi rumah. Saat itu bahkan hanya ada dua orang anak kecil yang bermain bulutangkis di luar, dan merekalah yang kami tanya apakah boleh masuk ke dalam atau tidak. Tidak ada penjaga, hanya ada kotak sumbangan suka rela. Sayang sekali, seandainya dikelola secara profesional, pasti akan jauh lebih menarik dan mengundang wisatawan untuk datang.
Selesai dari Tomok, kami beranjak ke Tuk Tuk untuk mencari hotel Carolina. Mengikuti anjuran teman, hotel Carolina adalah “the most recommended hotel” di Samosir untuk bisa menikmati keindahan danau Toba. Di daerah Tuk Tuk banyak penginapan, termasuk guest house, dan sudah hal yang biasa kalau anda melihat turis asing sedang berjalan-jalan atau naik motor, karena memang banyak persewaaan motor di sana. Perjalanan dari Tomok ke Tuk Tuk hanya membutuhkan waktu sekitar 15 - 20 menit, tetapi mungkin karena keasyikan bercerita, sopir yang membawa kami kebablasan sampai ke Ambarita, daerah setelah Tuk Tuk. Tetapi itu tidak menjadi soal, karena justru kami menemukan taman doa Getsemane, dan menikmati pemandangan bukit, gunung, sawah, yang menghijau dan indah. Dari atas kami bisa melihat Danau Toba dan sejauh mata memandang yang terlihat adalah air yang tenang, kapal, dan hotel-hotel di tepi danau toba yang berjejer dengan rapi. Indah sekali!
Hotel Carolina, akhirnya kami sampai juga di hotel yang direkomendasikan teman-teman. Letaknya persis di tepi danau Toba, lokasinya strategis, dan kamarnya selalu terisi penuh. Kami beruntung masih bisa mendapatkan kamar. Menurut petugas di resepsionis, kamar-kamar di hotel tersebut tidak pernah kosong. Selain lokasinya yang bagus, harga kamarnya juga sangat murah. Untuk kamar yang standar, tanpa air hangat hanya dikenakan biaya Rp 90.000/malam. Untuk yang view danau, tarifnya Rp 145.000/malam, dengan air hangat tetapi tanpa kulkas. Sayang sekali kamar tersebut sudah penuh, dan kami mendapatkan kamar yang viewnya taman, dengan kulkas dan air hangat, tarif Rp 180.000/malam. Murah sekali! Harga kamar belum termasuk sarapan pagi. Paket sarapan pagi sebesar Rp 30.000. Meskipun viewnya taman, tetapi jalan ke tepi danau sangat dekat, hanya membuthkan waktu beberapa detik. Suasana hotel sangat nyaman, teduh, dan kita bisa duduk-duduk di tepi danau menunggu matahari terbenam atau terbit karena disediakan kursi pantai yang cukup banyak. Kalau anda suka berenang, anda juga dapat menghabiskan waktu dengan berenang di tepi danau. Hal indah lainnya dari hotel ini adalah restorannya dengan view ke danau. Saya sampai terkagum-kagum dan ingin duduk berlama-lama menikmati pemandangan danau yang tenang dan biru. Sayang cuaca tidak telalu mendukung dan cenderung mendung, tetapi tidak mengurangi keindahannya. Pilihlah tempat duduk yang dekat tepi danau, dan selamat menikmati suasana yang ada. Kalau harga kamarnya murah, maka harga makanan di restoran terbilang mahal. Terinspirasi seorang teman yang mengatakan enak sekali makan indomie di tepi danau toba, maka kami berdua memesan indomie telur dengan harga Rp 25.000 per mangkok. Waooo...rasanya tidak masuk akal, tetapi itu lunas terbayar oleh keindahan danau Toba. Yang unik, hampir semua pengunjung adalah turis asing, dan hanya sedikit orang lokal, mungkin saja karena bulan puasa. 95% tamu hotel yang saya temui adalah turis asing yang menghabiskan waktu dengan membaca buku di tepi danau, duduk-duduk di cafe, ataupun berenang. Harus diakui, hotel ini menawarkan ketenangan diluar dari fasilitas kamar yang sangat biasa. Tetapi pemandangan dan ketenangan yang ditawarkan mampu memikat hati saya. Oh ya, anda tidak perlu menggunakan AC di sini, karena udara sudah dingin, dan kamar-kamar yang tersedia tidak ada yang menggunakan AC. Menikmati sunrise di tepi danau juga sangat mengasyikkan, meskipun matahari baru terlihat sekitar jam 6 lewat, dan tidak muncul secara penuh. Meskipun demikian cahaya kuning keemasan yang dipancarkan cukup membuat saya terkagum-kagum ketika mengambil gambarnya. Sungguh, danau Toba menawarkan kecantikannya. Sekali lagi sayangnya infrastruktur menuju Samosir dan danau Toba belum dibenahi secara optimal. Seandainya ditata seperti di Bali, bukan tidak mungkin danau Toba akan menjadi andalan pariwisata kita. Sebenarnya kami masih ingin melanjutkan perjalanan untuk naik ke bukit dan melihat danau Toba dari atas, sayang sekali hujan turun sangat deras dan kami harus mengurungkan niat itu. Jam 12 siang kami siap di pelabuhan Tomok untuk kembali ke Parapat, dan melanjutkan perjalanan balik ke Medan. Medan, I am back.....
Masih ada 2 tempat yang ingin saya kunjungi di Medan, yaitu rumah Tjong A Fie dan Gereja Imannuel. Tjong A Fie adalah seorang kaya Cina Medan di masa lalu, sangat berpengaruh, dan memiliki hubungan baik dengan Sultan. Almarhum adalah pendiri Bank Kesawan dan memberikan sumbangsih besar bagi pembangunan Masjid Raya, juga tempat ibadah lainnya seperti gereja. Rumah Tjong A Fie terletak di Jl Kesawan, dekat restoran Tip Top dan masih terpelihara dengan baik. Tiket masuk Rp 35.000 per orang. Setelah saya melihat bagian dalam dan menikmati keindahan peninggalan masa lalu, saya menyadari bahwa Rp 35.000 menjadi sangat layak, karena anda akan mengikuti tur mengelilingi rumah selama lebih kurang 1 jam dan dijelaskan oleh seorang pemandu. Selain itu kondisi rumah sangat bersih dan terawat, menunjukkan pengelolaan yang baik. Menurut cerita pemandu, perawatan rumah tersebut dikelola sendiri karena tidak ada bantuan dari pemerintah. Keturunan Tjong A Fie masih tinggal juga di kompleks rumah tersebut di tempat terpisah. Anda bisa melihat benda-benda peninggalan Tjong A Fie, sejarahnya, foto-foto yang kaya akan nilai sejarah dan terawat dengan baik. Saya segera teringat kunjungan pertama ke Medan di Istana Maimun yang harga tiketnya murah, Rp 5.000 tetapi sayang, seperti kurang terawat.
Selesai dari Tjong A Fie, perjalanan dilanjutkan ke Gereja Imannuel yang teletak di jalan Diponegoro, dan dibangun tahun 1926. Sebuah gereja tua, mengingatkan saya pada GPIB Imannuel di dekat Stasiun Gambir. Bedanya gereja ini lebih ramping, tidak seperti di Jakarta yang berbentuk bulat melingkar. Perjalanan ke Medan hampir selesai, ditutup dengan berbelanja oleh-oleh khas Medan yang terkenal yaitu bolu dan bika ambon. Kami segera bersiap untuk kembali ke Jakarta. Medan, a nice city. Toba, a very beautiful lake. Berharap suatu ketika saya bisa datang lagi ke sana, tetapi kapan?