Tahun 2011 sudah berjalan satu minggu. Setahun lalu di waktu yang sama, saya sedang berjuang menyelesaikan tesis untuk mengejar wisuda pertama di tahun 2010. Masa itu ternyata sangat cepat berlalu, padahal serasa masih di pelupuk mata. Sungguh, waktu berjalan secepat kilat tanpa saya sanggup menahannya (dan memang tidak mungkin ditahan, karena semuanya akan berlalu). Tahun 2010 menyisakan hal-hal menarik yang membuat saya tidak putus mengucap syukur, mulai dari hal besar seperti selesai kuliah S2, promosi, jalan-jalan ke luar negeri, sampai kepastian bekerja di tempat baru yang datang bagaikan mimpi, maupun hal-hal biasa yang sering terlupakan seperti tidur nyenyak setiap malam dan bangun pagi dengan segar keesokan harinya. Semuanya menuntun saya untuk selalu mengingat penyertaan Tuhan. Semua peristiwa itu sudah berlalu, dan saat ini saya menapaki tahun baru yang sudah berjalan 1 minggu. Sebuah lagu yang dinyanyikan di kebaktian awal tahun kemarin menggambarkan dengan jelas proses perjalanan tersebut. Saya lupa syairnya secara penuh, tetapi kira-kira seperti ini:
“Sejenak aku menoleh, pada jalan yang telah kutempuh.
Kasih Tuhan kuperoleh membuatku tertegun.
Jalan itu penuh liku, kadang-kadang tanpa terang.
Tapi Tuhan membimbingku hingga aku tercengang
Kasih Tuhan membimbingku dan hatikupun tenang...”
Ya, kalau saat ini saya menoleh ke belakang, sungguh saya tertegun. Apa yang telah saya lewati dan terima di 2010 begitu mencengangkan. Tahun itu pula saya mulai mengasah lagi talenta saya dan menyadari betapa Tuhan memberi banyak bekal yang bisa saya olah untuk menjadi berkat. Sekecil apapun talenta itu, tetapi kalau terus dilatih pasti akan berbuah. Seperti pisau tumpul yang terus diasah dan akhirnya tajam juga. Filosofi pisau tumpul mengingatkan saya kepada almarhum Bapak yang selalu memberi wejangan ketika saya belajar di bangku sekolah dasar, “punggung pisau kalau terus-menerus diasah lama-lama akan tajam juga.” Itu sangat benar! Proses mengasahnya memang tidak mudah dan membutuhkan waktu, kesabaran, kekonsistenan secara terus menerus, tetapi tidak ada yang tidak membuahkan hasil! Seperti yang saya alami saat ini ketika masuk ke pekerjaan baru yang sesungguhnya tidak benar-benar baru. Trainer adalah pekerjaan saya 7 tahun lalu ketika saya mulai masuk ke industri farmasi yang kemudian saya tinggalkan karena ingin mencicipi marketing. Ternyata tahun 2011 “menakdirkan” saya untuk kembali masuk ke dunia yang sudah saya tinggalkan. Mengajar adalah kesukaan saya, berbicara di depan umum sudah seperti menghirup oksigen bagi saya. Tetapi ternyata itu tidak cukup ketika saya kembali ke dunia itu. Saya harus mulai dari awal dan bekerja keras mengejar ketertinggalan, apalagi materi yang saya bawakan juga sangat berbeda. Kalau 7 tahun lalu saya lebih banyak menerapkan ilmu kedokteran karena saya mengajar pengetahuan obat-obatan, maka sekarang saya bergeser ke materi-materi soft skill seperti leadership, service excellent, winning attitude, dan sejenisnya. Belajar lagi dari awal, dengan bermodalkan insight yang saya miliki dan memaksa diri untuk membaca banyak buku. Tetapi itu adalah pilihan yang saya imani setelah saya menyelesaikan kuliah manajemen. Ternyata tidak mudah untuk memulainya lagi apalagi saya belum terbiasa menyusun modul yang terstruktur untuk materi soft skill karena sudah terkikis oleh pemikiran sales dan marketing selama bertahun-tahun. Jadilah seminggu pertama di tempat yang baru sebagai ajang perjuangan dan adaptasi. Suasana kerja yang kondusif sebenarnya membantu proses tersebut, tetapi saya merasa “belum menjadi diri sendiri”. Sebagai orang baru saya merasa harus menjaga image yang justru membuat saya tertekan karena ekspektasi terlalu tinggi yang saya letakkan di diri saya sendiri! Yup, saya membuat sesuatu yang ringan menjadi sangat berat karena saya belum melakukannya dengan “diri saya sendiri, that’s the way I am!” Saya terjebak dengan ketakutan bahwa saya tidak bisa memenuhi ekspektasi yang saya buat dengan standar yang saya tetapkan. Ketakutan itulah yang menggerus karakter saya sehingga saya justru berjalan lambat dan tidak “lepas”. Saya teringat dengan kekalahan kesebelasan Indonesia melawan Malaysia pada kejuaraan Piala AFF 2010 di Kuala Lumpur kemarin. Harapan yang digantungkan terlalu tinggi dan ketakutan untuk kalah justru membuat mental pemain tertekan dan hancur. Itulah yang saya rasakan! Takut salah, takut tidak mampu memenuhi harapan, membuat pikiran saya terkungkung dan tidak kreatif. Tetapi sebuah kalimat yang penuh dorongan di blog saya semalam mampu membangkitkan kembali gairah dan semangat saya. Seorang penulis, Martha Pratana yang pernah saya temui di Festival Penulis dan Pembaca Kristiani secara mengagetkan memberikan komentar yang sungguh membuat saya bahagia. Komentarnya singkat seperti ini: “Halo Rum....hehehe...saya menemukanmu!! Ayo terus menulis. Ternyata kamu bisa kok menulis sesuatu yang menarik!” Hati saya serasa tersiram air dingin yang segar dan menyejukkan. Rasa percaya diri saya tiba-tiba melambung mencapai langit, dan semangat untuk berkarya kembali tumbuh subur. Saya yang sempat tertekan karena kecemasan dan ketakutan yang saya buat sendiri, mendadak lega dengan sebuah kalimat sederhana yang saya baca tepat pada waktunya. Rasanya senang sekali, seorang penulis yang sudah menulis banyak buku memberikan komentar seperti itu (Bu Martha, terima kasih banyak komentarnya. Very supporting me! Hehehe). Kejadian seminggu ini menyadarkan saya bahwa kemampuan saja tidak cukup. Kecemasan dan ketakutan justru merenggut semua kemampuan saya sehingga saya menjadi rata-rata dan tidak mampu mengeluarkan segenap potensi yang ada. Persis seperti kesebelasan Indonesia yang dibantai Malaysia dengan 3-0 tanpa balas. Saya berusaha keras untuk menjaga semangat dengan berdoa, tetapi saya terus memegang kecemasan dan ketakutan itu, sehingga doa saya seakan tak terjawab. Saya lupa, bahwa Tuhan yang saya percaya saat ini sama dengan Tuhan yang telah membawa saya di tahun 2010 dengan selamat. Saya lupa, bahwa ketakutan dan kecemasan justru membuat Tuhan tidak bisa berkarya dalam diri saya. Saya lupa, bahwa ketika saya berdoa tetapi saya terus menggenggam erat pikiran-pikiran saya yang mencengkeram, saya tidak akan bisa melepaskan diri dari kegentaran dan ketakutan. Saya lupa, bahwa Tuhan menginginkan saya menggantungkan harapan hanya kepadaNya, bukan pada kemampuan saya sendiri. Saya lupa dengan lagu yang saya nyanyikan di kebaktian awal tahun bahwa Dia yang menolong saya “menyeberang” tahun 2010 tentu tidak akan meninggalkan saya. Saya lupa, bahwa Tuhan bisa bekerja melalui berbagai macam cara, termasuk menggerakkan Bu Martha menulis di blog saya. Saya lupa, bahwa Tuhan yang menempatkan saya di tempat yang baru, juga akan memperlengkapi saya dengan kemampuan untuk menyelesaikan rencana yang sudah dirancangNya dalam hidup saya. Saya mengandalkan kekuatan sendiri, dan ketika saya menjadi gentar karena tuntutan yang saya buat, saya kehilangan kepercayaan diri. Seminggu ini adalah pelajaran berharga di awal tahun, yang menyadarkan saya bahwa apa yang saya miliki tidak ada artinya apabila saya terjebak dalam pengakuan dan kesombongan atas “kemampuan diri” yang justru membawa saya kepada jiwa yang tidak sehat. Sebuah suntikan semangat yang sederhana telah diberikan Tuhan kepada saya malam ini, membuat saya menyadari bahwa Tuhanlah sumber segala yang saya miliki. Keraguan, kecemasan, ketakutan, tidak akan pernah memperbaiki keadaan, karena semua itu justru membuat saya tidak berkembang. Rileks, santai, dengan mata tertuju kepada Yesus, membuat hati saya tenang. Satu minggu penuh makna yang saya mulai dengan langkah berat tetapi justru tidak menghasilkan banyak buah. Tuhan menyapa saya dengan ringan. Menyadarkan saya untuk sejenak menoleh ke belakang dan melihat pertolonganNya sepanjang tahun yang tidak pernah berhenti. Satu minggu tidak sebanding dengan 366 hari pemeliharaan yang sudah Tuhan berikan di tahun lalu. Jadi untuk apa lagi hati saya dipenuhi kegentaran? Saatnya memandang ke depan dengan iman karena percaya pemeliharaan Tuhan tidak akan pudar. Sekarang tergantung bagaimana saya meresponnya. Selamat berjalan di tahun 2011 yang menjanjikan. Ingatlah untuk sejenak menoleh ke belakang, dan mengecap pemeliharaan Tuhan yang tidak pernah berakhir. Selamat berjuang, God love you and bless you!
Jakarta, 7 Januari 2011, midnight.
udah pernah blogwalking ke blog saya?
ReplyDelete