Seorang teman menulis “on the crossroad” di status fb-nya. Kontan dengan iseng saya bertanya, “Kenapa? Lagi bingung menyeberang? Bukankah ada traffic light di situ?”, yang dijawab dengan cengiran masam dan ucapan, “Dasar ya....gak tahu orang lagi bingung”. Saya hanya tertawa dan berkata maaf. On the crossroad, di persimpangan jalan, saya bisa merasakan apa yang teman saya rasakan karena saya pun pernah mengalami hal yang sama. Bukan hanya pernah, bahkan rasanya berkali-kali pada posisi on the crossroad. Bingung untuk memilih, tetapi harus memilih. Bingung bisa berarti 2 hal, memang benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan, atau justru sangat tahu, tetapi tidak memiliki kekuatan hati untuk mengambil tindakan seperti yang diharapkan. Kalau benar-benar tidak tahu, tentu yang dibutuhkan adalah pengetahuan, berarti harus konsultasi atau bertanya kepada orang yang lebih tahu. Yang menjadi masalah adalah kalau sudah tahu apa yang harus dilakukan, tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukannya. Nah, rasanya saya termasuk kategori ini. Hehehe. Teman saya yang menulis status tersebut kemudian berkirim sms, “Saya tahu persis apa yang harus saya lakukan, tetapi kalau masalah hati susah deh. Jadi meskipun saya tahu kalau saya tidak bisa berjalan bersama dia, tetapi yah...saya tidak bisa menolaknya.” Saya menjawab, “Tidak bisa atau tidak mau? Bedanya jauh loh... Kalau tidak bisa, berarti kamu harus berlatih dulu untuk menjadi bisa. Itu mudah. Tetapi kalau tidak mau, itu berbeda, karena sebenarnya kamu bisa, tetapi memang tidak ada niat untuk melakukannya.” Teman saya terdiam sesaat lalu membalas sms saya, “Sepertinya pilihan yang tepat adalah saya tidak mau, bukannya saya tidak bisa. trus bagaimana ya?” Saya menghela nafas sebentar lalu mengetik sebuah kalimat yang segera saya kirim, “I can’t say anything. It depends on you. It’s all about the courage of your heart.”
On the crossroad, saya pun pernah mengalaminya. Ingatan saya melayang ke beberapa tahun silam, ketika saya harus memutuskan untuk berjalan dengan seseorang atau meninggalkannya dan terbang bagaikan rajawali. Keinginan hati adalah berjalan dengannya dengan komitmen yang dia tawarkan, tetapi hati kecil saya mengatakan bahwa saya selayaknya tidak melakukannya. Setiap keputusan selalu ada resiko yang menyertai. Betapapun sakitnya saya bangga dengan diri saya yang mampu terbang dan berjalan dengan tegar, layaknya seorang pemenang. Keteguhan hati membawa saya belajar merelakan untuk bisa terbang tinggi. Dan sekarang ketika saya kembali dihadapkan pada posisi on the crossroad, saya mencoba untuk mengingat apa yang sudah saya lakukan di tahun-tahun yang telah lalu. Dalam kondisi yang berbeda, ketika saat ini saya berusaha membiarkan seseorang yang sangat dekat dengan saya dan saya sayangi untuk kembali menemukan dirinya dan tidak tenggelam dalam kelekatan yang akhirnya tidak membawa ke dalam kebahagiaan. Saya menyadari itu tidak mudah bagi saya, tetapi saya percaya peristiwa yang pernah saya alami dan ketegaran yang pernah ada di dalam diri saya akan kembali muncul seperti mentari di pagi hari. Terkadang ada keputusan pahit dan tidak menyenangkan untuk sesaat, tetapi saya percaya ujungnya akan membawa kedamaian.
On the crossroad, terkadang bisa dilihat sebagai sebuah kejadian yang membuat kita menjadi lemah. Tetapi dalam kondisi ketika yang dibutuhkan hanyalah keteguhan hati, kita ditantang untuk terus berjalan segelap apapun, karena saya percaya ada cahaya yang akan menerangi. Kalaupun saat ini saya juga sedang berada di persimpangan, pengalaman yang dulu semestinya membuat saya berpikir jernih dan memilah dengan hati bijaksana. Mantan atasan saya pernah berkata kepada saya, “Ketika kamu sedang bingung memilih, tulislah pilihan tersebut di atas sebuah kertas dan pilah satu persatu sisi positif dan negatifnya. Lalu bandingkan sisi mana yang lebih banyak. Setelah itu semua kembali kepada hati nuranimu, mana yang akan kamu pilih. Ketika kamu sudah memilih, cobalah untuk teguh melakukannya dengan segala resiko yang akan dihadapi, karena itulah esensi kedewasaan. Tetapi ketika kamu menyadari bahwa pilihanmu salah, ada 2 hal yang bisa kamu lakukan, berhenti dan berputar arah atau terus meratapi kesalahan itu. Saya berharap kamu memilih yang pertama. Pilihan tidak selalu benar, tetapi apapun yang kamu pilih lakukanlah itu dengan sungguh-sungguh sampai kamu menyadari apakah pilihan kamu benar atau salah.” Saya mengamini apa yang beliau katakan, tetapi saya berpikir bahwa itu hanya relevan kalau kita dalam kondisi bingung memilih dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam kondisi dimana kita sudah tahu apa yang harus dilakukan tetapi kita tidak mau untuk memilih yang benar, yang diperlukan hanyalah keteguhan hati dan kesadaran untuk kembali ke dasar hati yang terdalam. Seperti kata Alkitab, “roh memang penurut tetapi daging lemah.” Justru karena daging lemah, kita bersyukur memiliki roh yang selalu mengingatkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, apa yang pantas dan tidak pantas. Semua kembali kepada hati kita masing-masing.
On the crossroad, ketika teman saya masih memasang status tersebut, saya kembali mengirimkan sms pendek, ”Sebenarnya kamu tahu apa yang harus kamu pilih, tetapi kamu ragu-ragu mengambilnya. Bukan karena kamu tidak mampu, tetapi karena kamu tidak mau dan ingin terus menikmati apa yang kamu rasakan. Tidak mau lepas dari kesenangan yang hanya semu, untuk mengejar kebahagiaan sejati yang ada di dalam diri sendiri.” Teman saya menjawab singkat, “Saya tahu persis apa yang seharusnya saya lakukan, tetapi sungguh berat melakukannya.” Saya melanjutkan, “Kalau begitu status on the crossroad-mu tidak akan berakhir sampai kamu memutuskan untuk melakukan breakthrough dan mengalahkan diri sendiri.”
Saya tidak tahu apakah teman saya tersinggung dengan sms saya karena dia tidak pernah lagi membalasnya dan status di fb-nya pun sudah berubah. Tetapi percakapan tersebut membukakan mata saya bahwa persimpangan jalan adalah jalan terjal yang harus dilalui dan bisa terjadi pada siapa saja. Seandainya bisa memilih, saya akan memlilih jalan lain asal sampai di tempat tujuan yang sama. Tetapi seandainya tidak ada pilihan, yang harus saya lakukan adalah melewatinya dengan keputusan terbaik. Semua sumber daya untuk mengambil keputusan sudah ada pada saya, akal budi, nurani, dan kebijaksanaan untuk memilih. Pertanyaannya, apakah saya akan menggunakan itu semua atau saya tetap berjalan pada jalan saya sendiri yang lebih mudah dilalui, meskipun di ujung perjalanan saya tidak yakin ada titik terang dan keselamatan. On the crossroad, bisa mendewasakan atau menghancurkan, tergantung pilihan kita dan pada sisi mana kita berada. Selamat memilih, karena on the crossroad bukanlah akhir sebuah cerita, tetapi justru awal dari sebuah perjalanan yang menuntut kita untuk berlaku setia. Being happy on the crossroad, being wise on choosing your way!
No comments:
Post a Comment